KRITERIA SEORANG PEMIMPIN
Memilih pemimpin yang baik adalah salah satu kewajiban yan
disyare’atkan oleh Islam, Karena kepemimpinan adalah sebuah otoritas yang
berwewenang melakukan berbagai kebijakan strategis yang bisa mempengaruhi dan menentukan baik buruknya kondisi masyaraka
termasuk umat Islam. Dalam konteks untuk kepentingan Islam, Seorang pemimpin
bisa mempengaruhi/menghambat Perkembangan dakwah, bisa meng-alienasi secara politis dan ekonomi
bahkan bisa melakukan penganiayaan secara struktural maupun cultural terhadap
umat Islam atau kepentingan Islam.
Intinya
Pemimpin adalah faktor penting dalam kehidupan bermasyarakat. Jika pemimpin
negara itu jujur, baik, cerdas dan amanah, niscaya rakyatnya akan makmur.
Sebaliknya jika pemimpinnya tidak jujur, korup, serta menzalimi rakyatnya,
niscaya rakyatnya akan sengsara.
Pemilihan
pemimpin di Negara Indonesia baik itu di tingkat pusat seperti pemilihan
presiden maupun ditingkat daerah seperti pemilihan gubernur, bupati, atau lurah
sekarang ini kondisinya sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan dengan hasil
pemilihan yang selalu memunculkan para pemimpin yang tidak amanah, korup dan
selalu mengecawakan rakyat pada akhirnya. Janji-janji manis yang diucapkan ketika kampanye pemilu
hanyalah tipuan belaka, tidak pernah ada
realisasinya. Maka dari itu, pada masa kampanye mereka dielu-elukan bagai
seorang pahlawan,tetapi sesudah memegang kekuasaan kecurangan mereka kelihatan dan dimana-mana menuai kecaman.
Rakyat baru menyadari bahwa mereka telah melakukan kesalahan saat memilih
pemimpin.
Namun
anehnya kesalahan itu terus menerus dilakukan dan selalu diulang dalam setiap moment
pemilihan. Ibarat orang terperosok dua kali dilobang yang sama, begitulah yang
terjadi pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Kesalahan masa lampau tidak
pernah menjadi pelajaran. Mereka ditipu oleh para pemimpin mereka tidak hanya
satu atau dua kali tetapi berkali-kali.
Hal itu
terjadi tidak semata-mata kesalahan para pemimpinnya, tetapi juga kesalahan
rakyat itu sendiri yang sembarangan memilih pemimpin. Mereka tidak memiliki
prinsip dan standar yang benar dalam melakukan pilihan. Pilihan itu selalu dilakukan
secara irasional dan pertimbanganya selalu berorientasi pada keuntungan-keuntungan materi yang sesaat.
Di masyarakat sudah sangat lazim sekali, bahwa uang adalah segalanya dan bisa
digunakan untuk membeli apa saja termasuk suara. Maka walaupun seorang pemimpin
sebenarnya tak layak jadi pemimpin dari sisi apapun, namun karena ia banyak uang
maka dengan mudah ia menjadi pemimpin. Uang punya kekuatan untuk menghipnotis
manusia menuruti setiap kehendak sang pemilik uang.
Pemilihan kepala
daerah atau kepala desa dimanapun secara umum dimenangkan oleh pemilik uang
terbanyak. Mereka bisa membeli siapapun baik rakyat kecil maupun pejabat untuk
meloloskan dirinya menjadi pemimpin. Realita ini dimana-mana terjadi karena
masyarakat secara umum telah disusupi virus materialism, yakni orang hanya percaya
kepada materi, selalu mengutamakan materi bahkan materi tersebut adalah
satu-satunya tujuan hidupnya.
Ajaran
Islam memberikan prinsip-prinsip dan pedoman yang benar bagaimana memilih
seorang pemimpin yang akan membawa kemaslahatan. Allah Ta’ala beriman:
“ Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat
siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir
menjadi penolong(pemimpin), dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah mereka
mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan
kepunyaan Allah. “ (An Nisaa 4:138-139)
Dia
juga berfirman :
“ Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu jadikan
bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi pemimpin-pemimpinmu, jika mereka
lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan. Dan siapa di antara kamu menjadikan
mereka menjadi pemimpin, maka mereka itulah orang-orang yang zalim ” (At
Taubah:23)
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil
orang-orang kafir jadi pemimpin, bukan orang mukmin. Barang siapa berbuat
demikian, bukanlah dia dari (agama) Allah sedikitpun…” (Ali Imran:28)
Imam
Bukhari mengeluarkan sebuah hadist dalam shahihnya :
إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ
فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
“ Apabila sebuah urusan diberikan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya ” (HR. Bukhari 7/188 )
Dari
Ma’qil ra. Berkata: saya akan menceritakan kepada engkau hadist yang saya
dengar dari Rasulullah saw. Dan saya telah mendengar beliau bersabda: “seseorang
yang telah ditugaskan Tuhan untuk memerintah rakyat (pejabat), kalau ia tidak
memimpin rakyat dengan jujur, niscaya dia tidak akan memperoleh bau surga”.
(HR. Bukhari)
Prinsip-prinsip
Islam dalam memilih pemimpin sebagaimana dijelaskan Allah dan Rasul-Nya
termasuk ayat-ayat dan hadits di atas bisa di perinci menjadi dua hal :
1.
Memilih
pemimpin yang punya integritas moral (berakhlaq baik )
Pemimpin yang punya integritas moral
adalah pemimpn yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Ta’ala. Mereka menganggap
kepemimpinan adalah amanah dari Allah bukan sebuah profesi yang pantas
digunakan untuk menumpuk keuntungan dunia sebanyak-banyaknya. Pemimpin yang
punya integritas adalah pemimpin yang jujur, cinta keadilan, berani berkorban
demi amanah yang sedang dipikulnya. Mereka bukan orang-orang yang curang, suka
berbuat dhalim, dan selalu memanfaatkan rakyat untuk memenuhi ambisinya.
Pemimpin yang bermoral adalah pemimpin yang menganggap bahwa kepemimpinannya
adalah ladang ibadah untuk mencari pahala dan kedudukan mulya di hadapan Allah
Ta’ala.
Al-Farabi di dalam salah satu
tulisannya mengatakan bahwa Tugas seorang pemimpin yang paling utama
adalah mendidik rakyatnya untuk menjadi
orang yang berakhlaqul karimah. Maka tentu saja seorang pemimpin harus berakhlaqul
karimah agar mampu melaksanakan tugasnya tersebut. Dan jika seorang pemimpin
itu cacat akhlaqnya berarti ia telah berkhianat pada tugasnya yang paling utama.
Allah Ta’ala berfirman :
“ Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau bapak
ibu dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau miskin, Allah lebih mengetahui
kemaslahatan keduanya”. (Qs. An-Nisa; 4: 135)
Dalam sebuah riwayat sahabat Ali radhiyallahu’anhu berkata : “
Sesungguhnya Allah akan melindungi negara yang menegakkan keadilan walaupun ia
kafir, dan tidak akan melindungi negara yang dzalim (tiran) walaupun ia muslim
”.
Hari ini banyak sekali para pemimpin yang tidak memiliki integritas
moral. Kekuasaan dianggap sebagai fasilitas hidup dari Maha Pencipta yang
mensahkan para pemiliknya untuk berbuat sewenang-wenang, angkuh dan tak
mengenal perikemanusiaan. mereka menggunakan kekuasaan untuk kepentingan
pribadinya, dan melakukan kedhaliman kepada siapa saja yang berani
menentangnya. Mereka tidak mau memperhatikan kepentingan rakyatnya, bahkan
menelantarkan dan menyengsarakannya. Di
satu sisi rakyat banyak yang hidup susah dibawah garis kemiskinan, tapi disisi
yang lain para pemimpinya justru hidup mewah, dan berfoya-foya menggunakan uang
negara. Orang yang seperti ini tak layak menjadi pemimpin. Kehadiranya tidak
akan membuahkan kemaslahatan masyaraka tapi banyak menimbulkan kerugian.
2.
Memilih
Pemimpin Yang Memiliki Kompetensi
Pemimpin yang punya kompetensi adalah pemimpin yang punya
kemampuan memimpin dalam semua arti yang tercakup dalam istilah kata
kepemimpinan ( leadership ). Baik itu kepemimpinan dalam arti ilmu pengetahuan,
seni, maupun kepemimpinan sebagai sebuah profesi, amanah dan jalan beribadah
kepada Allah Ta’ala.
Pemimpin yang punya kompetensi adalah
pemimpin yang cerdas dan punya seni dalam memimpin. Pemimpin yang cerdas selalu
punya visi dan misi ke depan dalam memimpin dan selalu memiliki sikap-sikap
serta langkah-langkah yang progressif dalam memimpin. Mereka memahami apa yang
menjadi tugas-tugasnya, memahami kondisi rakyatnya dan professional dalam
tugasnya.
Seorang pemimpin yang berkompeten akan
menjalankan pemerintahannya dengan dasar-dasar kekuasaan yang rasional. Dia bisa
menentukan managemen kerja para bawahannya secara aman, nyaman dan bisa menekan
celah-celah yang memungkinkan seseorang melakukan penyimpangan. Pemimpin yang
punya kemampuan tidak akan menjerumuskan rakyatnya hidup terlantar penuh
persoalan. Ia akan sibuk bekerja mengemban amanah yang dia pikul, pandai
melayani dan mengayomi masyarakat, serta mampu membimbing dan menguatkan
semangat rakyatnya untuk bekerja keras, berusaha keluar dari segala persoalan
hidup yang sedang membelitnya.
Itulah
dua kriteria seorang pemimpin yang ideal. Kepandaian dan kepribadian yang baik
adalah dua mata uang yang tidak boleh dipisahkan dalam karakter kepemimpinan.
Dan jika salah satunya atau bahkan keduanya hilang dari diri seorang pemimpin,
maka yang terjadi adalah kerusakan. Oleh karena itu Islam mengatur naiknya
seseorang menjadi pemimpin, haruslah melewati mekanisme musyawarah oleh majelis
syuro yang bisa memilih dan menentukan siapa yang layak menjadi pemimpin dengan
berbagai kriteria yang sesuai dengan ajaran Islam. Tidak seperti sekarang ini,
kepemimpinan bisa diminta oleh siapapun dan bahkan pemilik uang terbanyak akan
bisa membeli kepemimpinan tersebut walaupun orang tersebut sesungguhnya tidak
layak menjadi pemimpin.
Zul Fahmi