26 Jan 2011

MANAGEMEN SYAHWAT


Oleh : Zul Fahmi

Dalam kitab riyadus shalihin juz 1 hadits yang ke 101 rasulullah SAW. menjelaskan bahwa jalan menuju neraka itu adalah menyenangkan dan sangat disukai oleh jiwa, dan sebaliknya jalan menuju surga itu selalu membosankan dan menjenuhkan jiwa. Jelasnya hadits itu berbunyi sebagai berikut :
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: حجبت النار بالشهوات، وحجبت الجنة بالمكاره
“ sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda : ditutupi neraka dengan syahwat dan ditutupi surga dengan hal-hal yang tidak menyenangkan. “
Hadits ini menegaskan bahwa jika manusia menginginkan neraka maka amal yang ditempuh selalu menyenangkan dan sesuai dengan keinginan hawa nafsunya, dan jika manusia menginginkan kebahagiaan di surga maka dia harus selalu siap berhubungan dengan hal-hal yang tidak menyenangkan dan bertentangan dengan keinginan sahwatnya.
Dalam kitab syarh Riyadus shalihin Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengatakan bahwa sahwat adalah sesuatu yang cendrung disukai oleh nafsu yang biasanya bertentangan dengan akal sehat, bertentangan dengan bashirah ( nurani ), aturan-aturan agama dan juga bertentangan dengan sifat keperwiraan manusia. Artinya orang yang sudah terjebak pada sahwatnya maka ia terlena melakukan apa saja yang menyenangkan dirinya, walaupun jika dilihat dari aturan-aturan agama, pertimbangan akal sehat, hati nurani, dan kehormatan dihadapan orang lain, perbuatan-perbuatan tersebut buruk dan tak pantas dilakukan oleh manusia.
Ibnul Qoyyim menjelaskan Bahwa nafsu atau syahwat adalah gejolak jiwa yang bila sudah memuncak reaksinya sangat susah dikendalikan manusia. Orang yang syahwatnya memuncak, maka degup jantungnya kencang dan aliran darahnya cepat. Aliran darah tersebut akan mampu naik ke atas memenuhi otak dan akan mengganggu syaraf-syaraf kesadaranya. Maka dari itu jika sudah sangat kuat keinginannya untuk memenuhi syahwat, maka separuh akalnya telah hilang dan tidak bisa lagi diajak berdiskusi apakah perbuatannya baik atau buruk, bermanfaat atau berbahaya. Ibnul Qoyyim menggambarkan orang yang sudah terperosok kepada syahwat seperti orang yan naik kuda di jalan yang sempit menuju jurang yang dalam. Kuda tersebut tidak bisa diputar dan ditarik untuk mundur ke belakang. Namun jika tidak diundurkan ke belakang maka kuda dan juga penunggangnya pasti celaka terperosok ke dalam jurang.
Berkaitan dengan ayat Al-Qur’an yang berbunyi :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“ janganlah kamu dekati zina karena sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan seburuk-buruknya jalan.”
Maka para mufassir mengatakan bahwa kalimat janganlah kamu mendekati perbuatan zina di sini maksudnya adalah janganlah kamu mendekati (melakukan) perbuatan zina dan juga perbuatan-perbuatan yang bisa mengarah kepada zina. Perbuatan yang bisa mengarah kepada zina disini seperti berkhalwat dengan lawan jenis yang bukan mahram, senang mengumbar pandangan, atau perbuatan-perbuatan lain yang bisa mendorong sesorang melakukan zina. Hal ini dilarang karena jika seseorang telah terbiasa melakukannya maka ia akan mudah sekali terperosok ke dalam zina.
Seperti pula berjudi ia adalah perbuatan yang haram dan dihukumi dosa besar. Maka bermain-main dengan alat yang biasanya digunakan berjudi dilarang pula. Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya Al-Kabair menjelaskan bahwa jumhur ulama’ tetap mengharamkan bermai-main dengan alat-alat berjudi seperti kartu judi, catur dan lain-lainnya, walaupun tanpa taruhan uang. Kalaupun ada ulama’ yang membolehkan maka itu mesti dengan syarat bahwa permainan itu sama sekali tidak melalaikan seseorang dari ibadah dan dzikir kepada Allah.
Demikianlah karakter syahwat ia adalah keinginan yang penuh dengan jebakan. Orang yang tidak waspada akan dibuai dengan kenikmatannya dan terkungkung dengan lilitan-lilitan maut yang sangat sulit ia melepaskannya. Hari ini banyak orang terlena dengan perbuatan dosa. Kemaksiatan dan kekejian dipertontonkan dimana-mana, rasa malu menjadi hal yang sangat mahal harganya, dan kegemaran menuruti ambisi menjadi kebanggaan kolektif bersama-sama. hal ini karena Iblis telah berhasil menggiring mayoritas manusia ke kubangan lumpur nafsu yang semua orang bingung harus mencari pegangan apa untuk keluar dari bahaya. Iblis telah berhasil mendorong manusia untuk membangun peradaban syetan secara sistemik, sehingga kemaksiatan menyebar di mana-mana dan orang-orang baik yang berusaha membuat perubahan justru mati terlibas oleh konspirasi jahat yang bermain di balik layar-layar otoritas.
Sedangkan jalan menuju surga adalah jalan yang sulit dan penuh dengan hal-hal yang tidak menyenangkan. Surga adalah adalah puncak kenikmatan dan satu-satunya tempat yang bisa memuaskan sahwat manusia. Di dalamnya ada kedamaian, kemulyaan dan segala kemewahan yang bisa direguk manusia secara abadi tanpa batas akhirnya. Kelezatan surga tidak bisa diungkapkan dengan kata, keadaan sesungguhnya lebih mengagumkan daripada yang pernah terdengar di telinga, dan keindahannya tidak pernah terlintas dalam pikiran manusia. Maka Kenikmatan yang agung tersebut wajar jika manusia harus meraihnya dengan kepayahan dan kesusahan.
Setiap orang muslim harus memahami bahwa dunia ini adalah medan perjuangan yang Allah menghamparkan berbagai macam ujian untuk memilih manusia yang berkwalitas. Segala macam rona tragedi kehidupan diciptakan oleh Allah untuk memisahkan manusia, siapa yang akan memilih jalan ke surga dan siapa yang memilih jalan ke neraka. Jadi jika surga harus dilalui dengan hal-hal yang menyusahkan maka tidak ada jalan lain bagi manusia yang menginginkan surga kecuali bersabar dalam menempuh segala kesusahan tersebut. Pada prinsipnya hidup adalah perjuangan. Dan segala kesuksesan apapun bentuknya termasuk kesuksesan dalam meraih surga maka harus diperjuangkan dengan segenap daya dan kekuatan manusia. Dan siapa saja enggan menempuh perjuangan yang memayahkan tersebut maka ia tak akan pernah meraih surga atau bahkan bisa jadi ia telah terjerumus ke jalan menuju neraka.
Dalam kitabnya Zaadul Ma’ad Ibnul Qayyim membagi, bahwa perjalanan manusia dalam berjihad ( berjuang ) menjalani hidup ada beberapa tingkatan atau urutan. Pertama adalah jihad melawan diri sendiri, kedua jihad melawan syetan, ketiga jihad melawan kaum munafiq dan keempat adalah jihad melawan orang-orang kafir. Pada urutan yang pertama yakni jihad melawan diri sendiri meliputi jihad dalam mencari ilmu, kemudian jihad dalam mengamalkan ilmu, jihad dalam mendakwahkan ilmu dan terakhir jihad untuk bersabar dalam mencari ilmu hingga mendakwahkan ilmu. Ibnul Qayyim membagi urutan-urutan amal seperti di atas dan semua diistilahkan dengan jihad, itu menunjukkan bahwa semua amalan dari mencari ilmu sampai amal yang paling besar yakni berperang di jalan Allah, maka itu semua membutuhkan perjuangan dan usaha yang sungguh-sungguh dalam melaksanakannya. Karena di dalam semua amal itu ada masyaqqah ( kepayahan ), ada kesulitan dan selalu ada hal-hal yang tidak menyenangkan.
Namun, Para ahli hikmah mengatakan bahwa syahwat ( hawa nafsu ) sesungguhnya seperti binatang buas yang bisa dilatih dan dikendalikan untuk kepentingan hidup manusia. Namun jika tidak dilatih dan dikendalikan syahwat tersebut akan sangat liar dan bisa mencelakakan manusia. Allah menurunkan syare’at di bumi ini tujuannya adalah mengajari manusia bagaimana melatih dan mengendalikan syahwat tersebut agar bermanfaat baik bagi manusia. Syahwat yang bermanfaat adalah syahwat yang cenderung kepada kebaikan dan yang bisa diarahkan untuk selalu taat dan mengabdi kepada Allah Swt. sementara syahwat yang belum bisa dikendalikan adalah syahwat yang cendrung kepada keburukan dan menjauhi kebaikan.
Orang yang bisa melatih dan mengendalikan nafsunya adalah orang yang keadaanya telah berbeda dengan keterangan hadits di atas. Orang yang telah sampai pada derajat ini adalah orang yang tidak lagi merasa malas dan tersiksa karena ketaatannya dan tidak merasa lalai dan nikmat ketika menempuh jalan ke neraka. Tetapi sebaliknya orang tersebut merasa nyaman dalam menjalani perjuangannya meraih surga dan merasa tersiksa ketika berbuat dosa. Orang seperti inilah orang yang keimanan terlah menghujam dalam ke dadanya, dan kecintaannya kerpada Allah telah mengalahkan segalanya. Keadaan seperti inilah yang telah mendorong Khalid bin Walid untuk mengatakan bahwa malam-malam ribathnya di medan jihad itu lebih dicintainya daripada malam-malam pengantin bersama istrinya. Keadaan seperti ini pula yang mendorong Mush’ab bin Umair meninggalkan seluruh kemewahan hidup bersama orang tuanya dan tenggelam dalam kemiskinan dalam rangka mempertahankan keislamannya. Keadaan seperti ini pula yang mendorong Abu Bakar menyerahkan semua hartanya untuk biaya perang, mendorong Ali bin Abi Thalib menggantikan posisi Nabi mengahadapi ancaman kematian saat mau berhijrah, dan juga mendorong Bilal untuk kuat dalam menghadapi siksaan tuannya karena masuk Islam. Dan keadaan seperti ini yang telah mendorong imam syafi’I, imam bukhari, imam Ahmad bin Hambal, imam Ghazali dan imam-imam yang lainnya untuk melanglang negeri, meninggalkan hidup mapan mereka, dan rela bersusah payah demi mencari dan mengembangkan keilmuan mereka. Mereka telah berhasil membalik kenyataan bahwa jalan menuju surga penuh dengan kenikmatan, dan jalan menuju neraka penuh dengan kesusahan.

Followers