10 Apr 2010

AHMADIYAH DALAM KECAMAN

Oleh : Zul Fahmi

Ahmadiyah adalah sebuah jema’ah yang didirikan sekitar tahun 1908 M. oleh Mirza Ghulam Ahmad yang lahir sekitar tahun 1884 M. di sebuah daerah bernama Qodian di negara Pakistan. Ahmadiyah berdiri pada masa penjajahan Inggris di India dan Pakistan, dan ia memiliki afiliasi yang sangat kuat dengan pemerintahan Inggris. Ghulam Ahmad pernah berkata pada pengikutnya dalam bahasa Arab yang terjemahanya adalah : “ Orang-orang Inggris itu lebih baik bagi kamu sekalian daripada mereka orang-orang muslim yang memusuhi pemahaman kamu sekalian.”
Ahmadiyah lahir dan berkembang dengan membawa berbagai macam pemahaman yang nyleneh dan tidak masuk akal. Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Nabi dan Rasul, sebagai Nabi Isa, dan juga Al-Mahdi yang dijanjikan. Ia mengakui didatangi oleh malaikat Jibril dan mendapatkan wahyu darinya. Tidak hanya itu, bahkan anak dan keturunanya pun juga diklaim telah mendapatkan wahyu. Siapa saja yang mau membaca kitab-kitab tulisan mereka, maka akan banyak sekali ditemukan pemahaman-pemahamman dan prinsip-prinsip ibadah yang sangat aneh dan bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunah.
Maka dari itu Para kubaro (petinggi-petinggi, red), ulama dalam majelis ulama internasional, telah menghukumi dan memutuskan bahwa Ahmadiyah adalah sebuah kelompok di luar Islam. Di Pakistan Ahmadiyah disamakan dengan minoritas, seperti Kristen, Katholik, Hindhu dan Buddha. Orang-orang Pakistan yang mau naik haji harus minta visa ke Kedubes dan membawa surat keterangan bahwa dia bukan Ahmadiyah. Karena orang Ahmadiyah tidak dianggap Islam. Malaysia juga melarang ajaran Ahmadiyah secara tegas, begitu pula Brunei Darussalam juga melarangnya dengan tegas.
Perdebatan apakah Ahmadiyah kelompok sesat atau bukan sebenarnya adalah perdebatan yang telah final. Seluruh ulama’ kaum muslimin telah sepakat bahwa mereka adalah sebuah kelompok yang sangat menyimpang dari ajaran Islam. Dan kalaupun ada orang yang masih menghargai ( menganggap benar ) atau membela Ahmadiyah secara pemikiran, maka sesungguhnya pembelaan itu sangat tidak beralasan dan sarat dengan kepentingan. Atau pembelaan itu dilakukan oleh orang yang memiliki dua kemungkinan. Kalau tidak karena ketidakfahaman mereka terhadap Islam, maka bisa jadi disebabkan karena mendapatkan keuntungan dari pembelaan yang mereka berikan baik keuntungan secara politik ataupun financial.
Kalau ada orang yang mengatakan bahwa manusia tidak bisa menghukumi orang lain dengan sesat atau tidak sesat, salah atau benar, dalam urusan-urusan keagamaan dan keyakinan seperti halnya tuduhan sesat terhadap ahmadiyah, maka orang tersebut adalah orang yang telah salah membuat pernyataan. Kalau semua terserah Allah, benar dan tidaknya terserah Allah, sesat dan tidaknya juga terserah Allah, maka untuk apa kitab suci diturunkan dan Rasulullah diutus untuk menjelaskan. Bukankah kitab suci diturunkan oleh Allah SWT untuk dijadikan pedoman, tuntunan dan standarisasi kebenaran ? Dan bukankah manusia diberi kitab suci agar ia mengetahui mana kebenaran dan mana kesalahan, dan mengetahui pula mana jalan hidayah dan mana jalan kesesatan ? Justru yang benar adalah, manusia bisa mengetahui mana kebenaran dan mana kesalahan, mana jalan petunjuk dan mana juga jalan kesesatan. Semuanya itu bisa diketahui dengan mempelajari kitab suci yaitu Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah SAW.
Kalau ada pula yang mengatakan bahwa interpretasi masing-masing orang bisa berbeda terhadap kitab suci Al-Qur’an, dan Al-Qur’an sendiri sangat memungkinkan terjadinya multi tafsir bila dipelajari dan dikaji, maka kita katakan memang benar bahwa Al-Qur’an seperti itu. Tetapi, bukankah keragaman atau multi tafsir tersebut masing-masing harus sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu yang benar, baik menurut tatanan lughoh maupun herarki ilmu metode tafsir yang benar? Karena keragaman tafsir boleh-boleh saja berkembang namun tetap harus memakai aturan yang benar, bukan tafsir Al-Qur’an yang seenaknya sendiri seperti tafsirnya Ahmadiyah atau yang lainya. Misalnya Ahmadiyah meyakini bahwa setelah Nabi Muhammad SAW. Akan masih ada lagi Nabi-Nabi yang lain. Mereka menafsirkan keterangan Al-Qur’an maupun Hadits yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad adalah penutup Nabi dan Rasul dengan penafsiran aneh. Mereka mengatakan bahwa Muhammad SAW adalah Rasul pembawa risalah terakhir bukan Nabi terakhir. Jadi yang terakhir adalah kerasulan bukan kenabian. Padahal sangat jelas sekali kata-kata yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun Hadits adalah “ Khotamu Al- Nabiyyiin “.
Allah Ta’ala berfirman,

“ Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu., tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” ( QS, Al-Ahzab : 40 )
Atau hadits Rasulullah SAW yang berbunyi,
إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ هَلَّا وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ قَالَ فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ
“ Sesungguhnya perumpamaanku dengan perumpamaan para Nabi sebelumku adalah seperti seorang laki-laki yang membangun sebuah rumah kemudian ia membaguskan dan menyempurnakanya kecuali satu bagian batu bata di salah satu sudut. Kemudian manusia mengelilinginya dan mengaguminya. Mereka berkata alangkah sempurnanya andai diletakkan satu batu bata disini. Nabi berkata, Akulah batu itu dan akulah penutup para Nabi.” ( Hadits Riwayat Bukhori )
Jadi jelas bahwa kalimatnya adalah “ Khotamu Al- Nabiyyiin “ yang artinya adalah penutup para Nabi. Tidak khusus dengan kalimat “Khotamul Mursaliin “ penutup para Rasul. Jadi dalil tersebut mutlak bahwa Nabi Muhammad SAW adalah penutup para Nabi berarti pula sekaligus penutup para Rasul. Maka pemahaman Ahmadiyah tersebut adalah pemahaman yang nyleneh karena berangkat dari metode tafsir yang seenaknya, tidak berdasarkan standar ilmu yang benar. Maka sangat aneh kalau masih ada orang Islam yang cerdas menganggap atau membuat pernyataan bahwa pemahaman Ahmadiyah adalah varian dari pemahaman-pemahaman Islam yang harus diapresiasi dan dihargai oleh umat Islam. Ahmadiyah adalah kelompok sesat dan mengembangkan pemahaman yang sesat.
Kemudian sekarang bagaimanakah sikap umat Islam terhadap fenomena Ahmadiyah ?
Pertama adalah jelas bahwa seluruh kaum muslimin harus menyatakan penolakanya terhadap faham yang diyakini dan dikembangkan Ahmadiyah. Karena faham tersebut jelas-jelas tidak sesuai dengan aqidah Islam yang benar. Faham tersebut adalah faham yang sangat fatal kekeliruanya.
Kesesatan itu sangat nyata bila seseorang mau membaca kitab-kitab mereka terutama pengakuan-pengakuan Ghulam Ahmad sendiri tentang dirinya. Dalam kitab-kitab mereka itu akan sangat jelas sekali betapa kelirunya pemahaman mereka. Seorang muslim hendaklah tidak berpura-pura baik, santun, berlagak pahlawan dengan ikut membela kesalahan dan kekeliruan pemahaman Ahmadiyah padahal mereka tahu sekali letak sesalahannya. Hendaknya salah dikatakan salah dan benar dikatakan benar. Karena pada hakekatnya manusia hidup di dunia ini untuk menjadi saksi kebesaran dan kebenaran Tuhan dan untuk mengiltizami kebenaran tersebut, bukan untuk mendulang keuntungan dengan jalan menyembunyikan keburukan dan hidup bersikap hipokrit, berpakaian kebohongan.
Yang kedua dialog, munaqosyah, diskusi sebagai media komunikasi sebagai orientasi pembinaan tetap harus dijalankan. Karena walaupun sebagian dari mereka para jama’ah Ahmadiyah tersebut adalah orang-orang yang sebenarnya mengerti pokok persoalan, tetapi ada pula bahkan banyak diantara mereka yang tidak faham apa yang sesungguhnya mereka fahami sehingga mereka mau berintima’ ( bergabung ) ke dalam Jama’ah Ahmadiyah. Mereka memang ingin mendapat kebenaran yang sejati, namun karena hanya bermodalkan ketulusan dan keluguan belaka, sehingga mereka mau menerima faham Ahmadiyah dan masuk bergabung denganya. Orang-orang seperti inilah yang berhak mendapatkan pembinaan dan penjelasan yang baik dari para ulama’ tokoh agama atau seluruh umat Islam yang berkompeten didalamnya.
Maka hal yang tidak kalah penting untuk dilakukan oleh umat Islam adalah bagaimana membentengi umat ini dengan dakwah dan pendidikan yang efektif dan dinamis. Karena ilmu adalah benteng yang paling kokoh bagi umat ini untuk mengantisipasi mereka agar tidak terjebak pada kesalahan dan kesesatan.
Fenomena munculnya nabi palsu sebenarnya tidak hanya terjadi pada hari ini saja, tetapi sejak dahulu dari masa Nabi, para sahabat, para Ulama’, telah banyak orang yang mengaku sebagai Nabi. Hanya saja pengakuan sebagai Nabi pada saat itu jarang menimbulkan masalah yang serius kecuali pengakuan sebagai nabi oleh Musailamah Al-Kadzab. Dikisahkan pada suatu hari datanglah seorang wanita kepada khalifah Al-Mutawakkil ia mengaku sebagai seorang Nabi. Khalifah Al-Mutawakkil bertanya kepada dia, ”Apakah kamu tidak beriman kepada sabda Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa Muhammad SAW adalan Rasul dan Nabi yang terakhir ? ” Perempuan itu menjawab, ” Saya beriman tetapi yang dimaksud oleh sabda Nabi tersebut adalah rasul dari jenis laki-laki, sedangkan saya adalah rasul dari jenis perempuan.” Mendengar jawaban itu Khalifah tersenyum kemudian ia menyuruh wanita itu keluar. Setelah wanita itu keluar khalifah bergumam ” Dia orang sinting.” Atau ada juga seorang laki-laki yang datang kepada Khalifah mengaku bahwa ia adalah Nabi Khalifah bertanya, ” Apa buktinya kalau kau seorang Nabi ? ” Laki-laki itu menjawab, ” Allah berfirman dalam surat An-Nashr ,

” Apabila Telah datang nashrullah dan kemenangan, ” ( QS.An-Nashr : 1)
” Nama saya adalah Nashrullah Ya Khalifah ! ” Mutawakkil dan para mentri jadi bingung dan tertawa mendengar pengakuan nabi palsu tersebut.
Cerita ini merupakan suatu contoh bahwa perkara yang salah apalagi nyleneh akan terasa sangat lucu dan tak berpengaruh apa-apa bila dikomunikasikan kepada orang lain yang pintar dan cukup memiliki pengetahuan. Namun juga sangat memungkinkan sesuatu itu malah justru dianggap hal yang luar biasa dan layak dikagumi dan diikiuti bila disampaikan kepada orang-orang yang lugu dan kurang memahami ilmu. Maka disinilah pentingnya membekali umat dengan ilmu.
Kesalahan manusia dalam memahami islam dan masuk bergabung dengan sebuah kelompok sempalan Islam yang notabene sesat, biasaya hanya disebabkan oleh dua hal. Kalau tidak disebabkan karena ketidakfamannya terhadap ajaran Islam yang benar, maka yang kedua pasti disebabkan karena ada kepentingan yang disembunyikan. Aspek ketidakfahaman terhadap Islam itulah yang disebut dengan fitnah syubhat, dan aspek kepentingan itulah yang disebut dengan fitnah syahwat. Dalam sebuah aliran sesat manapun biasanya pasti bercokol dua tipologi manusia seperti ini. Ada orang tidak berpengetahuan agama dengan baik, yang hanya bermodalkan niat yang tulus untuk menjadi pengikut setia sebuah kelompok sempalan. Dan ada orang yang sebenarnya sedikit berpengetahuan bahkan pintar, mengerti kalau ia di atas kesalahan, namun ia sengaja tetap beriltizam didalamnya karena mendapat keuntungan. Maka dari itu umat Islam harus bijak dalam menghadapi fenomena aliran sesat termasuk Ahmadiyah. Berkaitan dengan orang-orang ahmadiyah yang masuk menjadi anggota karena dibodohi oleh pemimpin-pemimpin mereka , maka dalam hal ini pendekatan ilmu dan dakwah harus lebih diutamakan dari pada cara-cara yang represip dan kekerasan. Apalagi kalau melihat berbagai pengalaman yang ada, berbagai macam aliran sesat tidak pernah diselesaikan dengan cara-cara kekerasan.
Seperti idielogi lainya, Ahmadiyah juga akan semakin giat dan intensif membangun strategi dan empati masyarakat jika mereka merasa semakin ditekan. Bahkan tekanan, hujatan, atau kekerasan yang mereka dapatkan tersebut akan menjadi suplemen dasyat yang akan memompa mereka menyusun kekuatan. Apalagi dengan budaya bangsa kita Indonesia ini yang terkenal santun dan harmoni dimana setiap pihak yang terlihat ditekan dan dipojokkan justru akan mendapatkan simpati dari masyarakat, maka terlalu banyak menekan dan meghujat sebenarnya tidak pernah mengecilkan mereka tetapi malah semakin membesarkan mereka. Karena memang masyarakat kita ini secara umum lebih cendrung mengedepankan perasaan emosional daripada berfikir rasional dalam merespon setiap persoalan. Dan kadang-kadang bagi mereka yang berfikir kerdil, sikap keras dan permusuhan kepada mereka tersebut justru difahami sebagai cobaan, ujian yang sengaja didatangkan oleh Allah untuk menguji kekuatan iman mereka.
Maka sebenarnya membimbing ummat dengan dakwah yang santun dan bijak lebih efektik ketimbang bersikap keras dan kasar, apalagi mengerahkan kekuatan. Kelemahlembutan akan lebih bisa membuka hati mereka untuk menerima penjelasan dan bimbingan, dan akan lebih bisa menggugah kesadaran mereka. Sementara kekerasan justru akan lebih menjauhkan mereka dari hidayah dan bahkan bisa lebih membuat mereka merasa di atas kebenaran. Maka anggaplah mereka sebagai saudara yang tengah tersesat dan sedang membutuhkan bimbingan, dan jangan kita anggap mereka sebagai musuh yang harus diserang dan dihancurkan. Namun bagi para pemimpin mereka yang sengaja menceburkan diri dan anggotanya ke jurang kesesatan demi kepentingan dunia, maka sikap yang agak keras dan tegas juga perlu untuk dilakukan.
Ahmadiyah adalah satu kelompok dari berbagai kelompok sempalan Islam yang tengah terlena dengan kesalahan dan kesesatanya. Masih banyak kelompok-kelompok sempalan yang berkembang di Indonesia ini dengan keyakinan dan pemahaman yang sama nyleneh atau bahkan lebih nyleneh dari Ahmadiyah. Di Indonesia ini selucu apapun keyakinan dan faham yang mereka kembangkan tetap akan mendapatkan pengikut yang subur sebagaimana suburnya tanah di Indonesia yang bisa menumbuhkan berbagai macam tanaman apapun jenisnya. Artinya sikap kita umat Islam terhadap mereka semua juga harus sama yakni lebih mengedepankan dialog yang baik dan juga bersikap lebih cerdas dan bijaksana, walaupun kadang-kadang kecaman dan reaksi keras itu juga diperlukan jika memang kondisi dan waktunya tepat.



Followers