13 Dec 2009

AQIQOTUL MAULUD

بسم ا لله الرحمن الرحيم




I. PENGERTIAN AQIQOH

Aqiqoh adalah kambing yang di sembelih untuk seorang anak pada hari ke tujuh dari kelahirannya. Kata Aqiqoh berasal dari kata al’aqqu yang berarti memotong.( Minhajul muslim 342 ).
Al Azhari berkata dalam kitab “Attahdhib”: Abu Ubaid dan Al asma’i serta yang lainnya berkata: kata Aqiqoh asli artinya adalah rambut yang ada di kepala seorang anak ketika di lahirkan dan ia juga dinamakan syaat (kambing) yang di sembelih ketika waktu aqiqoh, karena rambut yang dicukur pada waktu dabh (menyembelih ) itulah yang dinamakan aqiqoh.
Abu Ubaid berkata: Diantara makna aqiqoh yang lain adalah setiap yang dilahirkan dari binatang, sedang rambut yang ada di kepala pada waktu dilahirkan disebut aqiqoh.
Al Azhari berkata: Makna dari kata العق adalah الشاة yang mempunyi arti pecah, sedang rambut yang menempel pada kepala seorang anak itulah yang dinamakan aqiqoh karena ia dicukur dan di potong (pada waktu aqiqoh). ( Almajmu’ussarhul muhaddzab 8/320 )

II.DALIL DISYARIATKANYA AQIQAH

Rasullah saw bersabda :
كل غلام رهينة بعقيقته تذبح عنه يوم سبعه وسمي ويحلق رأسه ( رواه أبو داود و الترمذي )
“Tiap Tiap anak tergaqadaikan dengan aqiqahnya, disembeli aqiqoh itu pada hari ketujuh dan diberi nama dan dicukur rambutnya” ( HR Abu Daud : 2837 dan At Tirmidzi ;1522 ). Dalam Riwayat yang lain beliau bersabda :
كل غلام مرتهنربعقيقته تذبح عنه يوم سابعه ويماط عنه الاذي
“Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya,aqiqah itu disembelih pada hari yang ketujuh dari kelahiranya dan dicukur rambutnya “ ( HR At Tirmidzi ).
Adapun Ar Rahnu secara bahasa artinya tergadai
ٍٍٍSedangkan secara syar’i ,para ulama berselisih pendapat :
1. Imam Ahmad berkata makna Ar Rahnu adalah anak yang meninggal dan belum diaqiqahi tidak bisa mendatangkan syafaat bagi kedua orang tuanya
2. Ulama yang lain mengatakan bahwa maksud anak tersebut tergadai dengan aqiqah,maksudnya ia belum diberi nama dan dan dicukur rambutnya kecuali setelah aqiqah tersembelih “ (Nailul Author 5/225 ).
3. Ibnul Qoyyim mengatakan “menurut dzohir hadist,anak tergadaikan dengan dirinya,terhalang dan tertahan dari kebaikan yang dikehendaki darinya. (Zaadul Maad 2/29 ).

III. HUKUM AQIQOH

Dalam hukum Aqiqoh para ulama’ berbeda pendapat
1. Ad Dhohiri,Al-Laits,Hasan Bashri, berkata: bahwa aqiqoh hukumnya wajib. Mereka berdalil dengan sabda Rasullah,yang bersumber dari Samurah bahwa Rasullah saw bersabda :

كل غلام مرتهن بعقيقته تذبح عنه يوم سابعه ويماط الأذى عنه
“setiap bayi tergadaikan dengan aqiqohnya, aqiqoh itu diwmbelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan dicukur rambutnya”.
(HR. Tirmidzi).
Secara dzahir,hadist ini menunjukan hukumnya wajib.
2. Jumhur Fuqaha’ mengatakan bahwa aqiqoh hukumnya sunnah,
3.Sedang menurut Abu Hanifah hukumnya tidak wajib dan tidak pula sunnah .Jumhur Fuqaha dan Abu Hanifah berdalil dengan sabda Nabi saw, ketika ditanya tentang aqiqah maka beliau menjawab:
لا أحب العقوق ومن ولد له ولد فأحب أن ينسك عن ولده فليفعل
“Saya tidak suka aqiqah,barang siapa yang mempunyai anak dan ingin menyembelih aqiqah untuk anaknya maka kerjakanlah“.
(Abu Daud :2842 )
Ulama yang mengambil hadist ini berpendapat aqiqah itu sunah atau mubah (Bidayatul Mujtahid 1/339 ).

IV. SUNAH DI HARI AQIQOH

Di anjurkan dengan sunah muakad bahwa bagi seorang ghulam (anak laki-laki) beraqiqoh dengan dua kambing dan bagi jariah (anak perempuan ) satu kambing berdasarkan hadits dari Aisyah :” Dari seorang anak laki - laki (beraqiqoh) dua kambing yang lengkap (cukup umur) dan dari jariah (anak perempuan) satu kambing “. ( HR Ahmad,Tirmidzi ).
Ibnu Umar dan imam Malik berkata : Aqiqoh itu satu- satu. Dalam riwayat Ibnu Abbas : Nabi saw bersabda :
أن النبي صلى الله عليه وسلم عق عن الحسن والحسين كبشا كبشًا
‎‎“Sesungguhnya Nabi saw beraqiqoh pada Hasan dan Husain masing-masing satu kambing kibas)”. ( HR Abu Daud :2841 ).
(Manarus sabil 1/357 ).
(
Menurut Imam Syafi’I, Abu Tsur, Abu Dawud dan Ahmad, seekor kambing untuk anak perempuan dan untuk anak laki-laki dua ekor kambing (Al-Mughni : 13/395). Hal ini berdasarkan sabada Rosulullah saw:.
عن الغلام شتان مكافئتان وعن الجارية شاة
Artinya : Aqiqoh anak laki-laki dengan dua kambing yang cukup umur dan untuk anak perempuan cukup satu kambing”. (HR. Abu Dawud :2834. At-Tidmidzi : 1513).( Bidayatul mujtahid 1/339).
Imam Ash shon’ani berkata : “Bahwasanya diperbolehkan aqiqoh bagi laki-laki dengan satu kambing dan hal itu tetap berpahala, adapun menyembelih dua ekor kambing maka hal terseut dianjurkan”.
(Subulus Salam : 4/183).
Jika ada yang menanyakan mengapa Islam membedakan antara aqiqoh laki-laki dan perempuan ?
Maka jawabnya dapat dianalisa dari dua segi :
1. Seorang muslim harus menyerahkan diri dan tunduk pada Allah swt dikarenakan perbedaan aqiqoh ini telah ditetapkan oleh Rosulullah saw, maka tak ada jalan bagi seorang muslim kecuali melaksanakan ketetapan itu.
2. Hikmah dan logika dalam perbedaan ini adalah keutamaan laki-laki atas wanita. (Tarbiyatul aulad. Abdullah Nasih Ulwan : 1/90).

V. ADZAN DAN IQOMAH

Para Ahlul Ilmi mensunahkan jika ada seorang anak yang dilahirkan kedunia, maka anak tersebut hendaknya diadzani di telinga yang kanan dan di iqomati di telinga yang kiri dengan harapan Allah swt menjaganya dari jin-jin yang mengganggu, ada sebuah hadits yang menerangkan tentang hal itu :
من ولد مولود فاذن في اذنه اليمنى واقام فياذنه اليسرى لم تضره ام الصبيان
“Apabila ada seorang anak yang dilahirkan kedunia, maka adzanilah di telinga kanannya dan iqomatilah di telinga kirinya, asalkan tidak membahayakannya “ maksudnya kedekatan dalam adzan. ( Minhajul muslim -Abu Jabir Aljajairi :343 ).
Abu Rofi’dalam riwayatnya mengatakan :
رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم اذن في اذن الحسين حين ولدته فاطمة بالصلاة
”Saya melihat Rosulullah adzan di telinga Husain ketika Fatimah telah melahirkanya dengan adzan untuk sholat “ ( HR. At Tirmidzi ).
( Manarus sabil fi syarhiddalil 1/359 )
Adapun hikmah disyari’atkannya adzan supaya adzan yang berisi pengagungan Allah swt dan dua kalimah syahadat itu merupakan suara yang pertama kali masuk ke telinga bayi, juga sebagai perisai bagi anak, karena adzan sangat berpengaruh untuk mengusir dan menjauhkan syetan dari bayi yang baru lahir, yang ia senantiasa berupaya mengganggu dan mencelakakannya.

VI. YANG BERHAK DI AQIQOHI

Jumhur ulama’ berpendapat bahwa yang berhak di aqiqohi adalah anak laki - laki dan anak perempuan yang masih kecil saja. Berdasarkan sabda Rosulullah saw:
تذبح عنه يوم سابعه
“disembelih pada hari ayang ketujuh setelah kelahiranya”.
(HR An Nasai 3225 , At Tirmidzi :1522 ).
Sedang Al-Hasan menolak tentang pendapat jumhur dengan mengatakan : bahwa anak perempuan tidak usah di aqiqohi .Dengan dalil karena didalam hadist menggunakan lafadz mudzakar yaitu “setiap ghulam (anak laki laki ) tergadaikan dengan aqiqahnya”.
Ulama lain mengatakan Aqiqah boleh dilakukan pada hari yang ketujuh dari setelah kelahiranya,atau hari keempat belas,atau kedua puluh satu . ( Manarus Sabil 1/ 358 ).(Al Mughni 13/ 396 ).
Imam Malik berkata “pada lahirnya penetapan hari ketujuh itu bersifat anjuran sekiranya penyembelihan pada hari yang keempat,atau kedelapan atau kesepuluh,atau setelahnya maka aqiqahnya itu tetap cukup.
Jika anak tersebut meninggal sebelum hari yang tujuh maka aqiqahnya gugur,dan ini adalah pendapat imam malik.
Sedang orang yang menyelisihi bahwa aqiqoh itu boleh ketika ia sudah dewasa dengan mengambil hadits yang di riwayatkat dari Anas bin Malik :
أن النبي  عق عن نفسه بعد البعثة
”Bahwasahnya Nabi saw beraqiqoh untuk dirinya sendiri setelah ia diutusnya menjadi Nabi” (HR Al Baihaqi ). ( Bidayatul mujtahid 1/339 ).
Imam nawawi mengatakan hadist ini Bathil,sedang menurut imam Ahmad hadist ini adalah mungkar . (Subulus Salam 4/181 ).

VII. HEWAN AQIQAH SIFAT DAN USIANYA

Menurut Jumhur ulama,hewan aqiqah sama dengan hewan udhiyah ,yaitu unta lebih baik dari sapi dan sapi lebih baik dari kambing.
Sedangkan menurut Imam malik Aqiqah dan udhiyah lebih baik dengan kambing .
menurut Ibnu Rusd Aqiqah itu ibadah,maka yang terbaik adalah yang tinggi nilainya sama halnya dengan udhiyah.( Bidayatul mujtahid 1/339).
Adapun hewan aqiqah yang diperbolehkan sama dengan hewan udhiyah yaitu tidak cacat,dan usianya menurut jumhur ulama adalah dua tahun atau lebih . (Bidayatul mujtahid 1/340 ).
Adapun hukum daging, kulit dan semua anggota badan binatang aqiqoh sama dengan hukum daging dan kulit dalam udhiyah baik dari segi makannya , shodaqohnya ataupun larangan dalam menjualnya.

Hal sebagaimana Firman Allah swt:
فكلوا منها واطعموا القانع والمقتر
“ Maka makanlah sebagian darinya,dan sebagian yang lain berikanlah untuk dimakan orang yang sengsara dan fakir “ ( Al Hajj :36 ).
Semua ulama’ sepakat untuk tidak melumuri kepala seorang anak dengan darah binatang sembelihan pada waktu aqiqoh sebagaimana yang dilakukan orang-orang jahiliyah zaman dahulu.

VIII.DOA YANG DIBACA KETIKA MENYEMBELIH AQIQAH

Bersumber dari Aisyah bahwa Rasullah saw ketika mengaqiqahi Hasan dan Husain beliau mengucapkan :

با سم الله الله اكبر لك واليك هذه عقيقة فلان

“Dengan nama Allah ,yang maha besar,kepunyaan engkaulah ,dan kepada engkaulah kupersembahkan aqiqah ini.”
(HR Baihaqi dan dinyatakan shahih ).atau dengan membaca doa ;
باسم الله الله اكبر لك واليك هذه عقيقة فلان
“Dengan nama Allah kepunyaan engkaulah dan kepada engkaulah ku persembahkan aqiqah si fulan ....(sebut nama anak yang diaqiqahi ).
(HR Baihaqi ).
Imam Syafi’I dan Ibnu Sirin berkata “ Masaklah dagingnya sebagaimana yang kamu sukai “ .
Ibnu Juraij berkata “ Dagingnya dimasak dengan air dan garam dan dihadiahkan kepada para tetangga dan teman ” .
Ibnu Qudamah berkata “ Jika daging tersebut dimasak , dan mengundang saudara- saudaranya untuk memakannya maka hal tersebut lebih baik “ . ( Al Mughni : 13 / 400 ).

IX.LARANGAN MENGHANCURKAN TULANG AQIQOH

Beberarapa perkara yang perlu diperhatikan dalam aqiqoh adalah tidak menghancurkan tulang sembelihan sedikitpun , setiap tulang dpotong pada persendiannya tanpa menghancurkannya . Abu Daud dalam marosilnya mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda :
إ بعثوا إ لى المقابلة منها برجل وكلوا واطعموا ولاتكسروا منها
“ Berilah sepotong kaki dari aqiqh itu kepada suku anu, makanlah dan berilah makan, dan jangan menghancurkan tulang darinya ( Aqiqoh ) “.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Atho’ “ Anggota-anggota badan sembelihan dipotong dan tidak dihancurkan menjadi kecil- kecil .
Adapun hikmah dalam masalah ini :
1.Menampakkan kemulyaan memberikan makan kepada para tetangga, yaitu dengan memberikan potongan- potongan secara sempurna dan berukuran besar , yang tulangnya belum dipecahkan dan belum dikurangi dari anggota badannya .
2.Sebagai harapan akan keselematan dan kesehatan akan tubuh anak yang dilahirkan , karena aqiqoh simbol dari pengorbanan yang dikeluarkan bagi anak yang dilahirkan (Tarbiyatul aulad : 1 /92 ) .

X . HIKMAH AQIQOH

1.Di antara hikmah aqiqoh adalah mengutarakan rasa syukur kepada Alloh swt atas nikmat yang diberikan kepadanya berupa seorang anak,dan juga rasa syukur atas penjagaan Alloh swt dan pemeliharaan-Nya kepada sang anak (ketika dalam kandungan sampai ia lahir ke dunia) ( Minhajul muslim 342 ).
2. Aqiqoh merupakan suatu pengorbanan yang akan mendekatkan anak kepada Allah pada awal menghirup udara di dunia .
3. Aqiqoh akan mempererat tali ukhuwah di anatara anggota masyarakat .
4.Aqiqoh merupakan bayaran anak untuk memberi syafa’at kepada kedua orang tua . ( Tarbiyatul aulad : 1 / 95 ).
XI.MEMBERI NAMA
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw :
تذبح عنه يوم سابعه وسمي ويحلق رأسه
“ Di sembelih aqiqoh itu pada hari ketujuh , dan diberi nama serta dicukur rambutnya “ , ( HR . Abu Daud : 2837 ) .
Dari hadits diatas menetapkan penamaan kepada anak dilakukan pada hari ketujuh dari kelahirannya .
Mengingat nama itu menujukkan kepada makna yang di kandungnya , maka Rasulullah saw menganjurkan nama yang bagus dan indah , dan beliau memerintahkan kepada umatnya spaya memberi nama yang mengandung do’a .
dan juga disunahkan menggabungkan nama anak dengan nama orang tua . di sebutkan didalam hadits bahawa Rasulullah saw bersabda :
إنكم تدعون يوم القيامة بأسماءكم وأسماء آباءكم فأحسنوا أسماءكم
“ Sesungguhnuya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama kalian dan nama bapak kalian , maka baguskanlah nama - nama kalian “ ( HR .Abu Daud dan Ibnu Hibban ) .
Hikmah menggabungkan nama anak dengan nama orang tua :
1. Akan menumbuhkan rasa menghormati didalam jiwa anak .
2. Menumbuhkan keperibadian sosial , sebab anak dianggap dewasa dan diberi penhormatan .
3. memberikan rasa gembira pada si anak dengan panggilan sesuai dengan gabungan yang ia sukai . ( Tarbiyatul Aulad : 1/ 67 ) .

Adapun nama-nama yang dianjurkan :
Dengan nama Abdulllah atau Abdurrahman
Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar Bahwa Rasulullah saw bersabda :
إن أحب أسماءكم إلى الله عز وجل عبد الله وعبد الرحمن
“ Sesungguhnya nama yang palng disukai Allah swt adalah Abdullah dan Abdurrhman :‎(HR . Abu Daud ) .
• Dengan nama-nama para Nabi :
Rasullah saw bersabda :
تسموا بأسماء الانبياء
“Berilah nama dengan nama nama para nabi ( HR Abu Daud dan Nasai ).
• Rosululloh saw menganjurkan agar mengganti nama yamg buruk dengan nama yang baik,,dalam hadist yang bersumber dari ibnu umar ,bahwa Rasullah saw merubah nama ashiyah (wanita durhaka )menjadi jamilah (wanita cantik ).
• Dilarang menamai anak dengan nama Alquran dan surat suratnya,.seperti yaasin,thaaha,haamim,sedang menurut imam malik penamaan seperti itu makruh hukumnya .
• Adapun menamai anak dengan nama nama para seniaman, maka hal tersebut dilarang karena mengandung unsur tasyabuh dan bagi kita cukuplah Rasullah saw sebagai uswatun hasanah.

XII. MENCUKUR RAMBUT SIBAYI

Dalam sebuah hadist Rasullah saw bersabda :
نذبح يوم سابعه وسمي ويحلق رأسه
“Disembelih aqiqah itu pada hari yang ketujuh,dan diberi nama dan dicukur rambut kepalanya “. ( HR Abu Daud :2837 dan At Tirmidzi:1522)
Kata dicukur merupakan dalil disyariatkanya mencukur rambut sibayi yang dilahirkan pada hari yang ketujuh,dan dzhohirnya umum untuk anak laki laki dan anak perempuan. (Subulus Salam 5/78 ).
Syeikh Almubarokfuri mengatakan “dicukur rambutnya yaitu mencukur rambut seluruhnya dan dilarang untuk menyisakanya (Tuhfatul Ahfadzi 5/ 78 ).
Dan disunahkan setelah dicukur rambut kepalanya agar menyedehkahkan perak kepada orang orang miskin dan orang yang berhak seberat berat rambutnya,hal ini bersumber dari Ali bin Abu Thalib,ia berkata Rasulullah saw mengaqiqahi Hasan dengan seekor kambing dan beliau bersabda :
يا فاطمة احلقي رأسه وتصدقي بزنة شعره فضة

:‎”wahai Fatimah cukurlah rambut kepalanya dan bersedekahkah dengan perak sesuai dengan berat rambutnya ( HR At Tirmidzi 1519 ).

Dan kalau tidak mempunyai perak boleh diganti dengan uang yang senilai dengan hal tersebut . (Bidayatul Mujtahid 1/340 )

Adapun hikmahnya;
1. Mencukur rambut anak akan memperkuat anak itu,membuka selaput kulit kepala,dan mempertajam indra penglihatan,penciuman,dan pendengaran.
2 .Bersedekah dengan perak sebanyak seberat timbangan rambutanak merupakan salah satu sumber lain bagi jaminan sosial,dan ini merupakan cara mengkikis kemiskinan dan bukti tolong menolong didalam pergaulan masyarakat. (Tarbiyatul Aulad 1/64 ).



REFERENSI

1.Alqur`anul karim
2.Al mughni Ibnu Quddamah
3.Bidayatul Mujtahid,Ibnu Rusd
4.Fiqh islami, Dr Wahbah Az Zuhaili
5.Jami`Attirmidzi,Ibnu musa At Tirmidzi
6.Sunan AN Nasai,Ali bin Sihan An Nasai
7.Sunan Abi Daud,Abi Daud sulaiman bin asyats
8.Nailul Author.Asy syaukani
9.TuhfatulAhwadzi,Abullah bin Abdurrahim Almubarakfuri
10.Tarbiyatul Atfal,Dr Abdullah nasih Ulwan
11.Majmu Syarh Almuhadzhab, Imam An Nawawi
12.Minhajul muslim,Jabir Aljazairi
13.Manarus Sabil,
14 Zadul Maad,Ibnul Qoyyim.


9 Dec 2009

YASINAN DAN TAHLILAN MENGAPA HARUS DI BESAR-BESARKAN ?




Oleh : Zul Fahmi


Muqoddimah

Saat ini umat Islam mungkin telah lelah dengan polemik klassik yang terjadi di Indonesia yakni masalah yasinan dan tahlilan. Silang pendapat antara warga NU beserta seluruh umat Islam yang berkultur NU sebagai pihak yang setuju dan membudayakan yasinan dan tahlilan, dengan Pihak Muhammadiyah beserta seluruh kelompok umat Islam yang sependapat denganya tentang tidak dibolehkanya yasinan tahlilan seperti PERSIS, kelompok Tarbiyah dan beberapa kelompok lain yang mengklaim berfaham salaf.

Dimana-mana baik di dalam pengajian-pengajian umum, khutbah jum’at, ta’lim-ta’lim rutin setiap kali membicarakan bid’ah maka pasti yasinan dan tahlilan menjadi contohnya. Mereka mengatakan bahwa yasinan dan tahlilan adalah bid’ah dholalah karena tidak pernah ada contohnya dari Rasulullah dan para sahabat, yasinan dan tahlilan adalah budaya hindu yang dimodifikasi dengan ajaran Islam, bahkan yasinan dan tahlilan sudah mengarah kepada kesyirikan.

Kredibilitas Nahdlotul Ulama’ sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia yang dalam sejarahnya telah banyak memiliki ulama’-ulama’ berkaliber dunia , seolah tenggelam hanya karena satu masalah yang menurut para kiyai dan kader NU sendiri tidak begitu penting, yaitu yasinan dan tahlilan. Sejelek itukah yasinan dan tahlilan ? dan sesesat itukah yasinan dan tahlilan ? Sehinnga divonis sebagai bid’ah dholalah yang bisa menyebabkan pelakunya fie al-naar ( di neraka ).

DEFINISI TAHLILAN DAN YASINAN
Kata Tahlilan berasal dari bahasa Arab tahliil (تَهْلِيْلٌ) dari akar kata:
هَلَّلَ – يُهَلِّلُ – تَهْلِيْلٌ
yang berarti mengucapkan kalimat: لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ . Kata tahlil dengan pengertian ini telah muncul dan ada di masa Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam, sebagaimana dalam sabda beliau:

عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى .رواه مسلم
“ Dari Abu Dzar radliallahu 'anhu, dari Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda: "Bahwasanya pada setiap tulang sendi kalian ada sedekah. Setiap bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap bacaan tahmid itu adalah sedekah, setiap bacaan tahlil itu adalah sedekah, setiap bacaan takbir itu adalah sedekah, dan amar makruf nahi munkar itu adalah sedekah, dan mencukupi semua itu dua rakaat yang dilakukan seseorang dari sholat Dluha.” (Hadits riwayat: Muslim).

sedangkan yasinan adalah acara membaca surat yasin yang biasanya juga dirangkai dengan tahlilan. Di kalangan masyarakat Indonesia istilah tahlilan dan yasinan populer digunakan untuk menyebut sebuah acara dzikir bersama, doa bersama, atau majlis dzikir. Singkatnya, acara tahlilan, dzikir bersama, majlis dzikir, atau doa bersama adalah ungkapan yang berbeda untuk menyebut suatu kegiatan yang sama, yaitu: kegiatan individual atau berkelompok untuk berdzikir kepada Allah. Pada hakikatnya tahlilan adalah bagian dari dzikir kepada Allah.

Dalil-dalil Yang Dijadikan Landasan Yasinan Dan Tahlilan

1. Sampainya pahala orang hidup yang dihadiahkan bagi orang meninggal

Do’a dan amal yang dilakukan oleh orang yang masih hidup, apabila dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal, maka pahalanya akan sampai kepada orang yang sudah meninggal. Banyak dalil-dalil yng berkaitan dengan ketentuan ini. Imam Nawawi rahimahullah dalam kitabnya ” Al-Adzkar ” menyebutkan sebagian dari dalil-dalil tersebut di antaranya adalah firman Allah ta’ala,

” Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan Saudara-saudara kami yang Telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS.Al-Hasyr : 10 )

Diriwayatkan di dalam shahih Bukhori dan Muslim dari Anas Radhiyallahu ’anhu ia berkata,

مَرُّوا بِجَنَازَةٍ فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا خَيْرًا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَبَتْ ثُمَّ مَرُّوا بِأُخْرَى فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا شَرًّا فَقَالَ وَجَبَتْ فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَا وَجَبَتْ قَالَ هَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ خَيْرًا فَوَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ وَهَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ شَرًّا فَوَجَبَتْ لَهُ النَّارُ أَنْتُمْ شُهَدَاءُ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ

” Orang-orang berjalan melewati jenazah kemudian mereka memujinya dengan kebaikan maka Rasulullah SAW berkata ’ wajib’ kemudia mereka melewati jenazah yang lain kemudian mereka memuji kejelekan untuknya maka Rasulullah juga berkata ’ wajib’ maka bertanyalah Umar bin Khotthob radhiyallahu’anhu apa (maksud ) wajib itu, Rasulullah menjawab ’ hal itu karena kamu sekalian memujinya dengan kebaikan maka wajiblah ia masuk jannah. Dan karena kamu sekalian memuji yang lain dengan keburukan, maka wajib baginyalah neraka. Kamu sekalian adalah saksi-saksi Allah di dunia..

Imam Nawawi menjelaskan, ” para ulama berbeda pendapat mengenai sampainya pahala yang dihadiahkan oleh orang yang masih hidup kepada orang yang sudah meninggal. Pendapat yang masyhur dari madzhab Syafi’i mengatakan tidak sampai. Sementara itu Imam Ahmad bin Hambal atau madzhab Hambali, dan sebagian dari ashabus Syafi’i berpendapat pahala tersebut sampai. ” Pendapat Imam Ahmad ini diikuti dan dipegang oleh kuat oleh Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qoyyim Al-Jauziah.

Dalam kitabnya ” Ar-Ruh ” Ibnul Qoyyim sangat antusias sekali membela pendapat ini, bahkan ia menghabiskan beberapa halaman khusus untuk mengupasnya. Beliau menghadirkan banyak hadits-hadits dan dalil-dalil yang sangat jelas, bahwa amalnya orang yang masih hidup itu akan sampai bila dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal.

Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa sebagian ulama’ Hanafiyah, yakni para ulama’ bermadzhab Hanafi berpendapat sampainya pahala bila dihadiahkan kepada mayit. Mereka menyampaikan dalil dari Imam Ahmad, dari riwayat Muhammad bin Yahya al-kahhal, berkata : Dikatakan kepada Abu Abdillah bahwa seorang laki-laki mengerjakan suatu kebaikan berupa sholat atau shodaqoh atau lainya maka separuhnya diuntukkan ayah dan ibunya. Imam Ahmad berkata : Begitulah harapan saya. Mayyit menerima setiap kebaikan yang ditujukan kepadanya. Bacalah ayat kursi tiga kali, Al-Ikhlas dan bacalah : Ya Allah sesungguhya keutamaanya untuk ahli kubur.

Dalam shahih Muslim disebutkan

أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوصِ وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ
” sesungguhnya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan ia berkata Ya Rasulullah sesungguhnya ibuku telah meninggal dan tidak ada wasiat apapun untuk aku. Mungkin jika dia bisa bicara ia akan bershodaqoh. Apakah pahala dapat sampai kepadanya jika aku bershodaqoh atas namanya ? Beliau menjawab : ya ”

Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu, dalam shahih Bukhori :

أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَخَا بَنِي سَاعِدَةَ تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهُوَ غَائِبٌ عَنْهَا فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا فَهَلْ يَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَإِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِيَ الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا
”Bahsanya ibu Sa’ad bin Ubadah meninggal dunia sedangkan ia tidak hadir, lalu ia datang kepada Rasulullah SAW dan berkata: Ya Rasulullah apakah dapat bermanfaat kepadanya bila aku bershodaqoh untuknya ? Nabi bersabda : ya ”

Dalam sunan dan musnad Ahmad, dari Saad bin Ubadah berkata : Ya Rasulullah bahwa ibu Sa’ad telah mati, maka shodaqoh yang manakah yang paling utama? Beliau menjawab : air kemudian ia menggali sumur dan berkata , Ini untuk ibu Sa’ad.

Hadits yang senada dengan ini banyak sekali jumlahnya dan banyak diriwayatkan dalam Shahih Bukhori dan shahih Muslim. Ini menunjukkan bahwa pahala orang yang masih hidup bisa dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal. Dan dari keterangan hadits-hadits tersebut yang berkaitan dengan amal shodaqoh maka bisa dikatakan bahwa sudah menjadi sunah dan adat para sahabat bahwa mereka senantiasa bershodaqoh untuk keluarga mereka yang telah meninggal.
Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa barang siapa mengingkari sampainya amalan orang hidup pada orang yang meninggal maka ia termasuk ahli bid’ah. Dalam Majmu’ fatawa ia menyatakan, “Para imam telah sepakat bahwa mayit bisa mendapat manfaat dari hadiah pahala orang lain. Ini termasuk hal yang pasti diketahui dalam agama islam dan telah ditunjukkan dengan dalil kitab, sunnah dan ijma’ (konsensus ulama’). Barang siapa menentang hal tersebut maka ia termasuk ahli bid’ah”.
Lebih lanjut Ibnu Taimiyah menafsirkan firman Allah “dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS an-Najm [53]: 39) ia menjelaskan, Allah tidak menyatakan bahwa seseorang tidak bisa mendapat manfaat dari orang lain, Namun Allah berfirman, seseorang hanya berhak atas hasil usahanya sendiri. Sedangkan hasil usaha orang lain adalah hak orang lain. Namum demikian ia bisa memiliki harta orang lain apabila dihadiahkan kepadanya.
Begitu pula pahala, apabila dihadiahkan kepada si mayyit maka ia berhak menerimanya seperti dalam solat jenazah dan doa di kubur. Dengan demikian si mayit berhak atas pahala yang dihadiahkan oleh kaum muslimin, baik kerabat maupun orang lain”
Dalam kitab Ar-Ruh hal 153-186 Ibnul Qayyim membenarkan sampainya pahala kepada orang yang telah meninggal. Bahkan Ibnul Qayyim menerangkan secara panjang lebar sebanyak 33 halaman tentang ini dalam kitabnya.
Sebagian kaum muslimin terutama di Indonesia ini, melakukan tahlilan dan yasinan sebab kematian keluarga mereka, karena memang ingin menghadiahkan pahala kepada keluarga mereka. Dan amalan ini mereka dasarkan kepada hadits-hadits Rasulullah SAW di atas yang secara jelas menerangkan sampainya pahala itu kepada mayit.

2. Dalil-dalil tentang dzikir bersama

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ مُعَاوِيَةُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَلَى حَلْقَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ: مَا أَجْلَسَكُمْ ؟. قَالُوا: جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللَّهَ وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلْإِسْلَامِ وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا. قَالَ: آللَّهِ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلَّا ذَاكَ؟ قَالُوا: وَاللَّهِ مَا أَجْلَسَنَا إِلَّا ذَاكَ. قَالَ أَمَا إِنِّي لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ وَلَكِنَّهُ أَتَانِي جِبْرِيلُ فَأَخْبَرَنِي أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبَاهِي بِكُمُ الْمَلَائِكَةَ . رواه أحمد و مسلم و الترمذي و النسائي

“ Dari Abu Sa'id al-Khudriy radliallahu 'anhu, Mu'awiyah berkata: Sesungguhnya Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam pernah keluar menuju halaqah (perkumpulan) para sahabatnya, beliau bertanya: "Kenapa kalian duduk di sini?". Mereka menjawab: "Kami duduk untuk berdzikir kepada Allah dan memujiNya sebagaimana Islam mengajarkan kami, dan atas anugerah Allah dengan Islam untuk kami". Nabi bertanya kemudian: "Demi Allah, kalian tidak duduk kecuali hanya untuk ini?". Jawab mereka: "Demi Allah, kami tidak duduk kecuali hanya untuk ini". Nabi bersabda: "Sesungguhnya aku tidak mempunyai prasangka buruk terhadap kalian, tetapi malaikat Jibril datang kepadaku dan memberi kabar bahwasanya Allah 'Azza wa Jalla membanggakan tindakan kalian kepada para malaikat". (Hadits riwayat: Ahmad, Muslim, At-Tirmidziy dan An-Nasa`iy).

Jika kita perhatikan hadits ini, dzikir bersama yang dilakukan para sahabat tidak hanya sekedar direstuinya, tetapi dipuji Nabi, karena pada saat yang sama Malaikat Jibril memberi kabar bahwa Allah 'Azza wa Jalla membanggakan kreatifitas dzikir bersama yang dilakukan para sahabat ini kepada para malaikat.

Sekarang marilah kita perhatikan hadits berikut ini

عَنِ الْأَغَرِّ أَبِي مُسْلِمٍ أَنَّهُ قَالَ أَشْهَدُ عَلَى أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّهُمَا شَهِدَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ. رواه مسلم

"Dari Al-Agharr Abu Muslim, sesungguhnya ia berkata: Aku bersaksi bahwasanya Abu Hurairah dan Abu Said Al-Khudzriy bersaksi, bahwa sesungguhnya Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidak duduk suatu kaum dengan berdzikir bersama-sama kepada Allah 'Azza wa Jalla, kecuali para malaikat mengerumuni mereka, rahmat Allah mengalir memenuhi mereka, ketenteraman diturunkan kepada mereka, dan Allah menyebut mereka dalam golongan orang yang ada disisiNya". (Hadits riwayat Muslim)

paling tidak, dua hadits inilah yang dijadikan dasar oleh kaum muslimin yang melakukan acara yasinan dan tahlilan, dalam melakukan dzikir bersama untuk mendo’akam mayyit berupa pembacaan tahlil dan yasin.

3. Dasar dasar bacaan tahlil dan yasinan

seluruh bacaan dan dzikir yang mereka baca dalam yasinan dan tahlilan juga berdasarkan pada hadits-hadits Rasulullah SAW. Dari awal hingga akhir semuanya akan ada bisa ditemui dasar-dasarnya dalam hadits.

Sedangkan bacaan-bacaan yang selalu dibaca dalam acara tahlilan yaitu:

1. Membaca Surat Al-Fatihah.

Dalil mengenai keutaman Surat Fatihah:

عَنْ أَبِي سَعِيدِ بْنِ الْمُعَلَّى قَالَ: قَالَ لِيْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَلَا أُعَلِّمُكَ أَعْظَمَ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ مِنَ الْمَسْجِدِ؟. فَأَخَذَ بِيَدِي فَلَمَّا أَرَدْنَا أَنْ نَخْرُجَ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ قُلْتَ لَأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَ سُورَةٍ مِنَ الْقُرْآنِ. قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ. رواه البخاري

Artinya: "Dari Abu Sa`id Al-Mu'alla radliallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda kepadaku: "Maukah aku ajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam Al-Qur'an, sebelum engkau keluar dari masjid?". Maka Rasulullah memegang tanganku. Dan ketika kami hendak keluar, aku bertanya: "Wahai Rasulullah! Engkau berkata bahwa engkau akan mengajarkanku surat yang paling agung dalam Al-Qur'an". Beliau menjawab: "Al-Hamdu Lillahi Rabbil-Alamiin (Surat Al-Fatihah), ia adalah tujuh surat yang diulang-ulang (dibaca pada setiap sholat), ia adalah Al-Qur'an yang agung yang diberikan kepadaku".
(Hadits riwayat: Al-Bukhari).

2. Membaca Surat Yasin.

Dalil mengenai keutamaan Surat Yasin.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَرَأَ يس فِيْ لَيْلَةٍ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ وَمَنْ قَرَأَ حم الَّتِيْ يُذْكَرُ فِيْهَا الدُّخَانُ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ" رواه أبو يعلى, إسناده جيد.

"Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu., ia berkata: "Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa membaca surat Yasin di malam hari, maka paginya ia mendapat pengampunan, dan barangsiapa membaca surat Hamim yang didalamnya diterangkan masalah Ad-Dukhaan (Surat Ad-Dukhaan), maka paginya ia mendapat mengampunan". (Hadits riwayat: Abu Ya'la). Sanadnya baik. (Lihat tafsir Ibnu Katsir dalam tafsir Surat Yaasiin).
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اقْرَءُوا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ
. رواه أحمد و أبو داود و ابن ماجه
“ Dari Ma'qil bin Yasaar radliallahu 'anhu, ia berkata: Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Bacalah Surat Yaasiin atas orang mati kalian" (Hadits riwayat: Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْبَقَرَةُ سَنَامُ الْقُرْآنِ وَذُرْوَتُهُ نَزَلَ مَعَ كُلِّ آيَةٍ مِنْهَا ثَمَانُونَ مَلَكًا وَاسْتُخْرِجَتْ ( لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ) مِنْ تَحْتِ الْعَرْشِ فَوُصِلَتْ بِهَا أَوْ فَوُصِلَتْ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ وَيس قَلْبُ الْقُرْآنِ لَا يَقْرَؤُهَا رَجُلٌ يُرِيدُ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَالدَّارَ الْآخِرَةَ إِلَّا غُفِرَ لَهُ وَاقْرَءُوهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ . رواه أحمد

“ Dari Ma'qil bin Yasaar radliallahu 'anhu, sesungguhnya Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: Surat Al-Baqarah adalah puncak Al-Qur'an, 80 malaikat menyertai diturunkannya setiap ayat dari surat ini. Dan Ayat laa ilaaha illaa Huwa Al-Hayyu Al-Qayyuumu (Ayat Kursi) dikeluarkan lewat bawah 'Arsy, kemudian dimasukkan ke dalam bagian Surat Al-Baqarah. Dan Surat Yaasiin adalah jantung Al-Qur'an, seseorang tidak membacanya untuk mengharapkan Allah Tabaaraka wa Ta'aalaa dan Hari Akhir (Hari Kiamat), kecuali ia diampuni dosa-dosanya. Dan bacalah Surat Yaasiin pada orang-orang mati kalian".
(Hadits riwayat: Ahmad)

3. Membaca Surat Al-Ikhlash.

Dalil mengenai keutamaan Surat Al-Ikhlash.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ ثُلُثَ الْقُرْآنِ فِي لَيْلَةٍ فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ وَقَالُوا أَيُّنَا يُطِيقُ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ اللَّهُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ ثُلُثُ الْقُرْآنِ . رواه البخاري

“ Dari Abu Said Al-Khudriy radliallahu 'anhu, ia berkata: Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabatnya: "Apakah kalian tidak mampu membaca sepertiga Al-Qur'an dalam semalam?". Maka mereka merasa berat dan berkata: "Siapakah di antara kami yang mampu melakukan itu, wahai Rasulullah?". Jawab beliau: "Ayat Allahu Al-Waahid Ash-Shamad (Surat Al-Ikhlash maksudnya), adalah sepertiga Al-Qur'an"
(Hadits riwayat: Al-Bukhari).

Imam Ahmad meriwayatkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقْرَأُ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ. فَقَالَ: وَجَبَتْ. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ, مَا وَجَبَتْ؟ قَالَ: وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ. رواه أحمد

“ Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam mendengar seseorang membaca Qul huwaAllahu Ahad (Surat Al-Ikhlash). Maka beliau bersabda: "Pasti". Mereka (para sahabat) bertanya: "Wahai Rasulullah, apa yang pasti?". Jawab beliau: "Ia pasti masuk surga".
(Hadits riwayat: Ahmad).

4. Membaca Surat Al-Falaq
5. Membaca Surat An-Naas

Dalil keutamaan Surat Al-Falaq dan An-Naas.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفُثُ فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُ بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا. رواه البخاري

“ Dari Aisyah radliallahu 'anhaa, "bahwasanya Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bila merasa sakit beliau membaca sendiri Al-Mu`awwidzaat (Surat Al-Ikhlas, Surat Al-Falaq dan Surat An-Naas), kemudian meniupkannya. Dan apabila rasa sakitnya bertambah aku yang membacanya kemudian aku usapkan ke tangannya mengharap keberkahan dari surat-surat tersebut".
(Hadits riwayat: Al-Bukhari).

6. Membaca Surat Al-Baqarah ayat 1 sampai 5
7. Membaca Surat Al-Baqarah ayat 163
8. Membaca Surat Al-Baqarah ayat 255 (Ayat Kursi)
9. Membaca Surat Al-Baqarah ayat 284 sampai akhir Surat.

Dalil keutamaan ayat-ayat tersebut:

عَنْ عَبْدُ اللَّهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: مَنْ قَرَأَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي لَيْلَةٍ لَمْ يَدْخُلْ ذَلِكَ الْبَيْتَ شَيْطَانٌ تِلْكَ اللَّيْلَةَ حَتَّى يُصْبِحَ أَرْبَعًا مِنْ أَوَّلِهَا وَآيَةُ الْكُرْسِيِّ وَآيَتَانِ بَعْدَهَا وَثَلَاثٌ خَوَاتِيمُهَا أَوَّلُهَا ( لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ ). رواه ابن ماجه
"Dari Abdullah bin Mas'ud radliallahu 'anhu, ia berkata: "Barangsiapa membaca 10 ayat dari Surat Al-Baqarah pada suatu malam, maka setan tidak masuk rumah itu pada malam itu sampai pagi, Yaitu 4 ayat permulaan dari Surat Al-Baqarah, Ayat Kursi dan 2 ayat sesudahnya, dan 3 ayat terakhir yang dimulai lillahi maa fis-samaawaati..)" (Hadits riwayat: Ibnu Majah).
10. Membaca Istighfar : أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ

Dalil keutamaan membaca istighfar:
قَالَ اللهُ تَعَالَى: "وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ"

Allah Ta'aalaa berfirman: "Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat". (QS. Huud: 3)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً . رواه البخاري

“ Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu : Aku mendengar Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Demi Allah! Sungguh aku beristighfar (memohon ampun) dan bertaubat kepadaNya lebih dari 70 kali dalam sehari". (Hadits riwayat: Al-Bukhari).
عَنِ الْأَغَرِّ بْنِ يَسَارٍ الْمُزَنِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّي أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ . رواه مسلم

“ Dari Al-Aghar bin Yasaar Al-Muzani radliallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Wahai manusia! Bertaubatlah kepada Allah. Sesungguhnya aku bertaubat kepadaNya seratus kali dalam sehari". (Hadits riwayat: Muslim).

11. Membaca Tahlil : لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ
12. Membaca Takbir : اَللهُ أَكْبَرُ
13. Membaca Tasbih : سُبْحَانَ اللهِ
14. Membaca Tahmid : الْحَمْدُ للهِ

Dalil mengenai keutamaan membaca tahlil, takbir dan tasbih:

عَنْ جَابِرِ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ رَضِي اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَفْضَلُ الدُّعَاءِ الْحَمْدُ لِلَّهِ . رواه الترمذي وابن ماجه

“ Dari Jabir bin Abdullah radliallahu 'anhumaa, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Sebaik-baik Dzikir adalah ucapan Laa ilaaha illa-Llah, dan sebaik-baik doa adalah ucapan Al-Hamdi li-Llah". (Hadits riwayat: At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ. رواه البخاري ومسلم و أحمد وابن ماجه

“ Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dari Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Ada dua kalimat yang ringan di lidah, berat dalam timbangan kebaikan dan disukai oleh Allah Yang Maha Rahman, yaitu Subhaana-Llahi wa bihamdihi, Subhaana-Llahi Al-'Adzim".( Hadits riwayat: Al-Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah).
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى . رواه مسلم

“ Dari Abu Dzar radliallahu 'anhu, dari Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda: "Bahwasanya pada setiap tulang sendi kalian ada sedekah. Setiap bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap bacaan tahmid itu adalah sedekah, setiap bacaan tahlil itu adalah sedekah, setiap bacaan takbir itu adalah sedekah, dan amar makruf nahi munkar itu adalah sedekah, dan mencukupi semua itu dua rakaat yang dilakukan seseorang dari sholat Dluha.” (Hadits riwayat: Muslim).

15. Membaca shalawat Nabi.

Dalilnya keutamaan membaca shalawat Nabi:

قَالَ اللهُ تَعَاَلى : إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا .

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya memberi shalawat* untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, ucapkanlah shalawat untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya". (Surat Al-Ahzaab: 56)
Imam At-Tirmidzi berkata: diriwayatkan bahwa Imam Sufyaan Ats-Tsauriy dan ulama-ulama lain berkata: "Shalawat dari Allah artinya adalah rahmat, sedangkan shalawat dari Malaikat artinya permohonan pengampunan". Pengertian ayat ini yaitu: Sesungguhnya Allah memberi rahmat kepada Nabi dan para malaikat beristighfar (memohon ampunan) untuk Nabi. (lihat Tafsir Ibnu Katsir pada ayat ini).
عَنْ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَقُولُ: مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا صَلَّى عَلَيَّ فَلْيُقِلَّ عَبْدٌ مِنْ ذَلِكَ أَوْ لِيُكْثِرْ . رواه أحمد وابن ماجه

“ Dari Amir bin Rabii'ah radliallahu 'anhu, ia berkata: Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam saat berkhothbah bersabda: "Barangsiapa membaca shalawat untukku, para malaikat senantiasa membaca shalawat untuknya, selama ia membaca shalawat. Maka sebaiknya sedikit atau banyak seorang hamba melakukan itu". (Hadits riwayat: Ahmad dan Ibnu Majah)

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَوْلَى النَّاسِ بِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً (رواه الترمذي وقال: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ) ثُمَّ قَالَ: وَرُوِي عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا وَكَتَبَ لَهُ بِهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ.

“ Dari Abdullah bin Mas'ud radliallahu 'anhu, sesungguhnya Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Manusia yang paling utama disisiku pada Hari Kiamat ialah yang paling banyak membaca shalawat kepadaku" (Hadits riwayat: At-Tirmidzi, dan ia berkata: Hadits ini Hasan Gharib). Kemudian ia berkata: Dan diriwayatkan dari Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda: "Barangsiapa membaca shalawat kepadaku sekali, maka Allah memberinya shalawat (rahmat) kepadanya 10 kali dan mencatat
10 kebaikan untuknya".

16. Membaca Asma'ul Husna.

Asma'ul Husna ialah nama-nama Allah yang berjumlah 99.
Dalil keutamaan membaca Asma'ul Husna:

قَالَ اللهُ تَعَاَلىَ : وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan".
(Surat Al-A'raaf: 180)

17. Membaca do'a.

Keutamaan berdoa:

قَالَ اللهُ تَعَاَلىَ: وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina-dina". (Surat Al-Mukmin: 60)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ. رواه ابن ماجه و الترمذي, و قال هذا حديث حسن غريب
“ Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dari Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah daripada do`a".
(Hadits riwayat: Ibnu Majah dan At-Tirmidziy, kata At-Tirmidziy: hadits ini Hasan Ghariib)


Demikianlah dalil-dalil yang dijadikan landasan dilaksanakanya yasinan dan tahlilan untuk mendo’akan mayyit agar diampuni kesalahan-kesalahanya ketika di dunia atau di tambah pahalanya oleh Allah SWT. Jadi kalau dikatakan yasinan dan tahlilan itu tidak ada dasar hukumnya, tidak ada dalilnya, atau tidak ada landasanya, maka jelas sekali klaim itu sebenarnya salah. Hadits-hadits yang tertera di atas tersebut sudah cukup sekali untuk dijadikan dasar.

Kalau kemudian dikatakan, bahwa yasinan dan tahlilan adalah bid’ah dholalah karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat pada zamanya, dan juga dikaitkan dengan harinya yang harus hari ke tuju, ke empat puluh,atau ke seratus setelah hari kematian mayyit, maka baiklah kita kaji dengan seksama apakah memang demikianlah keadaanya.

Apabila alasan bahwa yasinan dan tahlilan itu adalah bid’ah, karena tidak pernah dicontohkan atau dikerjakan pada masa Rasulullah SAW, maka mungkin inilah letak perbedaan antara kelompok yang menolak yasinan dan tahlilan dengan kelompok yang setuju dengan yasinan dan tahlilan. Bagi kelompok yang mengamalkanya, mereka berpendapat bahwa sesuatu yang tidak pernah diamalkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya tidak mesti dihukumi terlarang atau bid’ah yang sesat. Sebab kalau seperti itu prinsip yang dipegang, maka prinsip itu adalah prinsip yang yang lemah dan sangat sulit atau bahkan tidak mungkin secara konsisten bisa dilaksanakan.

Sebenarnya banyak sekali riwayat-riwayat yang menyebutkan dibolehkanya melakukan suatu amalan baru yang tidak ada contohnya dari Nabi. Berkut ini adalah contoh amalan yang tidak dicontohkan Nabi, namun dilakukan oleh para sahabat atas ijtihad mereka.

Hadits dari Abu Hurairah: “Rasulallah saw. bertanya pada Bilal ra seusai sholat Shubuh : ‘Hai Bilal, katakanlah padaku apa yang paling engkau harapkan dari amal yang telah engkau perbuat, sebab aku mendengar suara terompahmu didalam surga’. Bilal menjawab : Bagiku amal yang paling kuharapkan ialah aku selalu suci tiap waktu (yakni selalu dalam keadaan berwudhu) siang-malam sebagaimana aku menunaikan shalat “.

Dalam hadits lain yang diketengahkan oleh Tirmidzi dan disebutnya sebagai hadits hasan dan shohih, oleh Al-Hakim dan Ad-Dzahabi yang mengakui juga sebagai hadits shohih ialah Rasulallah saw. meridhoi prakarsa Bilal yang tidak pernah meninggalkan sholat dua rakaat setelah adzan dan pada tiap saat wudhu’nya batal, dia segera mengambil air wudhu dan sholat dua raka’at demi karena Allah swt. (lillah).

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Al-Fath mengatakan: Dari hadits tersebut dapat diperoleh pengertian, bahwa ijtihad menetapkan waktu ibadah diperbolehkan. Apa yang dikatakan oleh Bilal kepada Rasulallah saw.adalah hasil istinbath (ijtihad)-nya sendiri dan ternyata dibenarkan oleh beliau saw.

Hadits berasal dari Rifa’ah bin Rafi’ az-Zuraqi yang menerangkan bahwa: “ Pada suatu hari aku sesudah shalat dibelakang Rasulallah saw. Ketika berdiri (I’tidal) sesudah ruku’ beliau saw. mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah’. Salah seorang yang ma’mum menyusul ucapan beliau itu dengan berdo’a: ‘Rabbana lakal hamdu hamdan katsiiran thayyiban mubarakan fiihi’ (Ya Tuhan kami, puji syukur sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya atas limpahan keberkahan-Mu). Setelah shalat Rasulallah saw. bertanya : ‘Siapa tadi yang berdo’a?’. Orang yang bersangkutan menjawab: Aku, ya Rasul- Allah. Rasulallah saw. berkata : ‘Aku melihat lebih dari 30 malaikat ber-rebut ingin mencatat do’a itu lebih dulu’ “

Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan: ‘ Hadits tersebut dijadikan dalil untuk membolehkan membaca suatu dzikir dalam sholat yang tidak diberi contoh oleh Nabi saw. (ghair ma’tsur) jika ternyata dzikir tersebut tidak bertolak belakang atau bertentangan dengan dzikir yang ma’tsur dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad saw. Disamping itu, hadits tersebut mengisyaratkan bolehnya mengeraskan suara bagi makmum selama tidak mengganggu orang yang ada didekatnya…’

Beliau menambahkan bahwa hadits tersebut menunjukkan juga diperbolehkannya orang berdo’a atau berdzikir diwaktu shalat selain dari yang sudah biasa, asalkan maknanya tidak berlawanan dengan kebiasaan yang telah ditentukan (diwajibkan). Juga hadits itu memperbolehkan orang mengeraskan suara diwaktu shalat dalam batas tidak menimbulkan keberisikan.

Hadits dari Ibnu Umar katanya; “Ketika kami sedang melakukan shalat bersama Nabi saw. ada seorang lelaki dari yang hadir yang mengucapkan ‘Allahu Akbaru Kabiiran Wal Hamdu Lillahi Katsiiran Wa Subhaanallahi Bukratan Wa Ashiila’. Setelah selesai sholatnya, maka Rasulallah saw. bertanya; ‘Siapakah yang mengucapkan kalimat-kalimat tadi? Jawab seseorang dari kaum Wahai Rasulallah, akulah yang mengucapkan kalimat-kalimat tadi. Sabda beliau saw. ‘Aku sangat kagum dengan kalimat-kalimat tadi sesungguhnya langit telah dibuka pintu-pintunya karenanya’. Kata Ibnu Umar: Sejak aku mendengar ucapan itu dari Nabi saw. maka aku tidak pernah meninggalkan untuk mengucapkan kalimat-kalimat tadi.” (HR. Muslim dan Tirmidzi).

Demikianlah ternyata para sahabat banyak yang melakukan suatu amalan atas ijtihad mereka yang menurutnya baik. Walaupun Rasulullah belum pernah mengajarkanya namun beliau tidak mengingkarinya ketika para sahabat melakukanya. Kalau seandainya ada orang yang mengatakan bahwa kejadian-kejadian itu masuk kategori sunah karena masih terjadi pada masa Nabi SAW. Artinya itu bagian dari taqrir Rasulullah terhadap suatu peristiwa dan taqrir adalah termasuk bagian dari sunah, maka bisa dijawab pada masa setelah Nabi wafat pun juga banyak ijtihad sahabat yang pada suatu ibadah yang ijtihad tersebut tidak diingkari oleh para sahabat yang lain. Misalnya adalah sholat tarawih yang ditetapkan oleh Umar menjadi satu Imam sebulan penuh dengan jumlah 23 rokaat. Padahal sebelumnya sholat tarawih dilakukan sendiri-sendiri oleh para sahabat baik di rumah maupun di masjid, dan kalaupun dengan berjama’ah itupun tidak dilakukan selama sebulan penuh. Utsman juga pernah membuat adzan sholat jum’at yang tadinya hanya satu kali dizaman Rasulullah SAW menjadi dua kali, yaitu sekali untuk memanggil jama’ah dan sekali lagi untuk menaikkan khotib. Ali Bin Abi Tholib juga pernah memerintahkan Abul Aswad Ad- Duali agar Al-Qur’an diberi syakal dan titik padahal sebelumnya sejak ditulis tanpa syakal dan titik. Kita juga bisa melihat bahwa pembukuan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar atas usul Umar ra. Pada awalnya juga ditentang oleh sebagian sahabat termasuk Abu Bakar sendiri karena dipandang bid’ah. Namun akhirnya semuanya bisa menenerima dengan senang hati karena dipandang sangat banyak manfaatnya. Artinya perkara-perkara di atas tersebut oleh para sahabat juga dipandang sebagai bid’ah namun bukanlah bid’ah yang tercela karena memang sebuah tuntutan yang sulit sekali ditangguhkan.

Kesimpulanya, kelompok yang mendukung yasinan dan tahlilan berpendapat bahwa sebuah amal itu dihukumi dengan bid’ah yang sesat apabila bertentangan dengan prinsip-prinsip syare’at yakni bertentangan dengan Al-qur’an, sunah Rasulullah SAW, atsar dan ijma’ para ulama’. Dan bertentangan di sini tidak berarti tidak ada contohnya tetapi maksudnya adalah tidak ada dasarnya sama sekali, atau amal itu ada dasar/ dalilnya tetapi amal tersebut tidak ada maslahatnya sama sekali dan menyelisihi dasar-dasar hukum yang lain. Inilah sebenarnya maksud dari bid’ah dholalah. Dan kesimpulan ini jika diperhatikan dengan seksama, maka sesungguhnya tidak bertentangan dengan pengertian bid’ah yang di kemukakan oleh para ulama salaf termasuk Imam Ibnu Taimiyah dan Ibnu Rojab Al-hambali.

Ibnu Taimiyah dalam mendefinisikan bid’ah beliau berkata, “Bid’ah adalah semua perkara yang menyelisihi Kitabullah, Sunah Rasulullah, dan Ijma’ Salafus Salih, baik masalah-masalah aqidah, maupun ibadah,seperti yang diucapkan orang-orang Khowarij, Rafidhah, Qodariyah, Jahmiyah dan juga orang-orang yang beribadah di masjid sambil menyanyi dan menari-nari.”

Imam Ibnu Rojab rakhimahullah dalam kitabnya yang berjudul “ Jami’ul Ulum wal Hikam “ mengatakan bahwa bid’ah adalah,

ما أُحْدِثَ ممَّا لا أصل له في الشريعة يدلُّ عليه ، فأمَّا ما كان له أصلٌ مِنَ الشَّرع يدلُّ عليه ، فليس ببدعةٍ شرعاً ، وإنْ كان بدعةً لغةً ،

“ Bid’ah adalah apa saja yang dibuat tanpa landasan syari’at. Jika punya landasan hukum dalam syari’at, maka bukan bid’ah secara syari’at, walaupun termasuk bid’ah dalam tinjauan bahasa.”

Kemudian Imam Syafi’I rahimahullah ulama’ yang lebih dahulu masanya dibandingkan dengan nama ulama’-ulama’ yang disebutkan di atas mendefinisikan, bid’ah adalah,

ما أحدث يخالف كتابا أو سنة اأو أثرا أو اجماعا, فهذه البدعة الضلالة. وما أحدث من الخير, لا خلاف فيه لواحد من هذه الأصول, فهذه محدثة غير مذمومة.
“ Bid’ah adalah apa-apa yang diadakan yang menyelisihi kitab Allah dan sunah-NYA, atsar, atau ijma’ maka inilah bid’ah yang sesat. Adapun perkara baik yang diadakan, yang tidak menyelisihi salah satu pun prinsip-prinsip ini maka tidaklah termasuk perkara baru yang tercela.”

Dalam definisi bid’ah yang dikemukakan oleh para ulama’ di atas, bukankah bisa difahami bahwa perkara baru atau perkara yang tidak ada contohnya dari Rasulullah SAW itu dibagi dua yaitu perkara baru yang sama sekali tidak ada dasarnya dalam syare’at dan perkara baru yang ada dasarnya dalam syare’at. Ibnu Rojab menegaskan bahwa perkara baru yang ada dasarnya dalam syare’at, itu tidak bisa dikatakan bid’ah secara syare’at walaupun sebenarnya ia termasuk bid’ah secara bahasa, yang artinya ia belum pernah ada permisalanya atau contohnya oleh Nabi SAW dan para sahabat.

Kemudian kalau yang dipersoalkan selanjutnya adalah hari pelaksanaan yasinan dan tahlilan yakni hari ke tuju, ke empat puluh, atau ke seratus hari setelah kematian mayyit, maka sebenarnya tidak ada persoalan dengan pemilihan hari-hari itu. Apa salahnya orang memilih hari-hari yang baik menurut pandangan mereka untuk mendo’akan mayyit. Karena sesungguhnya juga tak ada ketentuan waktunya kapan harus mendo’akan mayyit. Pemilihan hari itu bisa menjadi terlarang apabila sudah diyakini secara salah, misalnya dapat merusak keutamaan do’a, menyebabkan tak sampai pahalanya kepada mayyit, atau do’a itu menjadi tak sah kalau tidak pada hari-hari tersebut. Kalau penentuan hari tersebut sudah diharuskan pada waktu-waktu itu dan dengan disertai keyakinan-keyakinan seperti itu pula, maka jelaslah itu yang dinamakan bid’ah. Selama ini para kiyai, dan tokoh-tokoh pendukung yasinan dan tahlilan juga tidak pernah mengharuskan memilih hari-hari itu. Dan selama ini pula praktek-praktek yasinan dan tahlilan juga sering dilaksanakan berbeda dengan hari-hari itu sesuai dengan kemampuan dan kelonggaran mereka, para pengamal yasinan dan tahlilan. Dan kalau hari yang dipersoalkan, maka berarti masalahnya selesai jika hari itu dirubah.

Demikianlah dalil-dalil yang biasa dipakai sebagai dasar dilaksanakanya amal tahlilan dan yasinan oleh kaum muslimin yang mendukung tahlilan dan yasinan. Tulisan ini bukan bermaksud untuk mengajak pembaca sekalian harus setuju dengan tahlilan dan yasinan, tetapi lebih sebagai keprihatinan penulis terhadap kondisi umat Islam khususnya di Indonesia ini, yang saling menyalahkan, membid’ahkan bahkan sampai mengkafirkan satu sama lain. Apalagi saling tuding kesalahan tersebut hanya disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang sepele, yang para ulama sendiri sebenarnya sangat longgar dalam mensikapinya. Tahlilan dan yasinan adalah salah satu amal yang selalu dicecar dengan kata-kata sesat, bid’ah bahkan sampai kekafiran. Dan bisa dikatakan bahwa di Indonesia ini tahlilan dan yasinan menjadi icon tudingan bid’ah oleh semua pihak yang tidak setuju dengan tahlilan dan yasinan. Setiap pembicaraan bid’ah, ahli bid’ah, menyalahi sunah, sesat dan lain sebagainya pasti menjadikan yasinan dan tahlilan sebagai contohnya.

Satu hal yang harus kita ingat, bahwa menjadikan tahlilan dan yasinan sebagai icon tudingan bid’ah selama ini, telah menyebabkan kaum muslimin lalai terhadap masalah-masalah yang lebih penting dan prinsipil, seperti pemikiran aqidah yang jelas-jelas kebid’ahan dan kesesatanya yang juga berkembang pada hari ini. Kaum muslimin lalai bahwa di negeri ini ajaran syi’ah dan ahmadiyah terus merangkak maju dan berkembang dengan doktrin dan komunitasnya yang semakin hari semakin kuat. Kaum muslimin juga lalai bahwa kesesatan dan kemusyrikan yang hakiki di abad modern ini, yakni materialisme dan hedonisme, telah menggerogoti ketauhidan dan arti nilai ketuhanan yang bersemayam di hati manusia secara luas. Kaum muslimin juga lalai bahwa saat ini banyak sekali muncul kelompok-kelompok sempalan yang mengusung pemahaman sesat dan sangat jauh dari ajaran Islam yang sebenarnya seperti jama’ah salamullah, agama baha’iyah ingkarus sunah dan lain-lainya.

Seperti yang kita ketahui, di solo jawa tengah ini, sekarang telah berkembang maju sebuah kelompok pengajian yang tiap ceramah selalu menjelek-jelekkan yasinan dan tahlilan, namun kelompok tersebut memiliki doktrin pemahaman Al-qur’an yang sangat menyimpang dari metode pemahaman yang benar menurut Islam. Dan penyimpangan itu telah menyentuh ranah yang sangat berbahaya dalam konsep akidah Islam, yakni ranah kekafiran.

Mereka memahami bahwa untuk menilai sebuah hadits itu shahih atau dhoif / palsu (menurut bahasa mereka ), maka caranya dengan melihat apakah isi kandunganya juga diterangkan oleh Al-qur’an. Jika hadits itu keteranganya juga ada di dalam Al-qur’an, maka hadits itu benar shahih, tapi jika hadits itu keteranganya atau isi materinya tidak terdapat dalam ayat Al-qur’an maka hadits itu jelas palsu keadaanya. Qo’idah seperti ini akan berimplikasi pada pemalsuan banyak sekali hadits-hadits rasulullah SAW. baik yang jelas-jelas shahih maupun mutawatir. Karena jelas akan banyak sekali hadits-hadits yang shahih dan mutawatir yang isi materinya tidak didapatkan dalam Al-qur’an, disebabkan karena memang hadits-hadits itu adalah penjelas, penafsir atau penetap hokum kedua setelah Al-qur’an. Padahal menurut konsep akidah dan kesepakatan para ulama’ jaman apapun, orang yang telah mengingkari hadits yang jelas-jelas shahih atau bahkan mutawatir maka orang tersebut telah kafir. Inilah kesesatan nyata yang dimiliki mereka. Mereka mengatakan yasinan dan tahlilan adalah kesesatan, tetapi mereka tidak pernah sadar bahwa dirinyalah sesungguhnya yang berada di atas kesesatan.

Seaiandainya dalil-dalil tentang yasinan dan tahlilan yang saya sebutkan di atas adalah dalil yang tidak kuat menurut sebagian kalangan, tetapi paling tidak kaum muslimin tahu bahwa mereka para pengamal yasinan dan tahlilan tetap menggunakan dalil-dalil yang mereka anggap sangat kuat dan mendasar. Artinya, seaindainya dalam tataran pembahasan yang final mengenai amalan yasinan dan tahlilan tersebut sampai pada kesimpulan yang jelas bahwa amalan itu bid’ah, walaupun saya pribadi berani mengatakan itu tidak akan mungkin terjadi, maka bid’ah itu tidak akan bisa digolongkan bid’ah yang besar sampai menyebabkan kekafiran. Bid’ah itu muncul karena perbedaan interpretasi kaum muslimin terhadap dalil-dalil syar’i. jadi bisa dikatakan bahwa ada yang mengatakan yasinan dan tahlilan itu bid’ah atau tidak bid’ah itu terjadi karena perbedaan pendapat atau ikhtilaf saja. Dan untuk semua perkara yang masuk dalam wilayah ikhtilaf, maka masing-masing kaum muslimin tidak bisa saling memaksakan pendapatnya satu sama lain, menyalahkan satu sama lain, apalagi sampai memvonis sesat dan kafir. Itulah etika berbeda pendapat yang disepakati oleh para ulama’ baik salaf maupun kholaf.

Tahlilan dan yasinan adalah salah satu ijtihad dari berbagai macam ijtihad yang diambil oleh atau sebagian kaum muslimin. Tahlilan dan yasinan bukanlah persoalan pokok ( usul ) dalam Islam. Ia tak pantas dijadikan bahan perselisihan dan pertengkaran panjang kaum muslimin. Ada banyak hal yang jauh lebih penting untuk dibahas, diselesaikan dan dikerjakan oleh kaum muslimin, contohnya adalah pendidikan, pengentasan kemiskinan, perbaikan ekonomi dan juga pembangunan kehidupan sosial yang aman dan teratur secara Islam. Perdebatan seputar masalah yasinan dan tahlilan adalah pekerjaan yang tidak pernah ada selesainya. Bukankah sejarah telah membuktikan bahwa perselisihan antara warga NU dengan Muhammdiyah secara cultural itu juga tidak pernah selesai hingga sekarang. Orang yang membid’ahkan yasinan dan tahlilan semakin banyak, tetapi orang yang dengan giat membudayakan yasinan dan tahlilan juga semakin banyak. Betapa banyak energi yang telah dikeluarkan, dan betapa banyak kata-kata cacian yang dilontarkan, serta berapa banyak masalah-masalah penting yang ditinggalkan karena sibuk membahas dan menyalah-nyalahkan orang yasinan dan tahlilan namun tidak pernah menambah kemaslahatan tetapi justru semakin memperlebar jurang perpecahan.

Maka tidak usah terlalu berlebihan menjelek-jelekkan orang yasinan dan tahlilan, dan jangan membesar-besarkan urusan yasinan dan tahlilan, karena bisa jadi hal itu akan menjadi multivitamin bagi tradisi yasinan dan tahlilan untuk semakin tumbuh dengan besar. Marilah kita meredam benih-benih perpecahan dan selalu merajut persatuan dan kesatuan. Kita kesampingkan perbedaan dan selalu berfikir untuk melihat dan mewujudkan persamaan, agar kita bisa meraih kemenangan dan kemlyaan.

Wallahu a’lamu bis showwab…

14 Nov 2009

MENJUAL KULIT BINATANG QURBAN BOLEHKAH ?

Oleh : Zul Fahmi

Pada saat ini polemik tentang bolehkah kulit daging hewan qurban dijual, masih tetap mewarnai proses berlangsungnya penyembelihan binatang qurban di masyarakat. Sebagaimana yang kita ketahui, di Indonesia ini penyembelihan hewan qurban yang biasanya dilaksanakan oleh panitia qurban yang dibentuk oleh pengurus masjid, sebagian mereka memandang bahwa kulit qurban lebih bermanfaat dan juga lebih efesien apabila dijual kemudian ditukarkan dengan daging, yang kemudian dibagikan kembali kepada masyarakat. Karena mereka berpendapat bahwa jika kulit tersebut dibagi kepada masyarakat secara langsung, justru tidak banyak bermanfaat bagi mereka karena kemungkinan besar akan dibuang. Apalagi kulit itu dibagi setelah dicacah yaitu dikelupas bulunya dan dipotong-potong kemudian dibagi tidak dalam keadaan utuh. Disisi yang lain, sebagian dari mereka tetap berpegang teguh dengan ketentuan fikih yang berdasarkan dari sabda Rasulullah SAW. bahwa tidak diperbolehkan menjual kulit binatang qurban, seperti halnya tidak boleh pula menjual daging hewan qurban.
Tidak boleh menjual kulit binatang qurban merupakan salah satu dari ketentuan-ketentuan fikih dalam berqurban. Rasulullah dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh radhiyallahu’anhu secara tegas mengatakan.
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلَا أُضْحِيَّةَ لَهُ
“ barang siapa yang menjual kulit sembelihan qurban, maka tidak ada qurban untuknya “ ( Diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrok )
Berkaitan dengan hadits ini kebanyakan ulama’ mengatakan bahwa tidak boleh menjual kulit hewan qurban. Di antaranya adalah An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ syarah Muahadzab mengatakan :
واتفقت نصوص الشافعي والاصحاب على انه لا يجوز بيع شئ من الهدي والاضحية نذراكان أو تطوعا سواء في ذلك اللحم والشحم والجلد والقرن والصوف وغيره ولا يجوز جعل الجلد وغيره اجرة للجزار بل يتصدق به المضحي والمهدي أو يتخذ منه ما ينتفع بعينه كسقاء أو دلو أو خف وغير ذلك
“ telah bersepakat nash-nash yang dikemukakan oleh Imam Syafi’I dan murid-murid (madzhabnya ) bahwa sesungguhnya tak boleh menjual apapun dari binatang qurban baik qurban yang berupa nadzar maupun tathowu’, dagingnya, lemaknya, kulitnya, tanduk, bulu atau yang lainya. Dan tidak boleh pula menjadikan semua itu sebagai upah bagi penyembelih, tetapi hendaklah ia menshodaqohkanya atau memanfaatkanya untuk dibuat tempat minum, timba air, sepatu atau yang lainya. “
Syaikh khatib Muhammad Asy-syirbini, salah seorang ulama’ ahli fikih terkemuka dalam madzhab Syafi’I dalam kitabnya Al-Iqna’ mengatakan : “ tidak diperbolehkan menjual dari binatang qurban sesuatu pun termasuk kulitnya, yang berarti hokumnya haram. Hal itu tidak sah baik udlhiyah tersebut nadzar atau tathowu’. Dan baginya ( mudlokhi ) boleh memanfaatkan kulit qurban tathowu’ tersebut untuk dibuat wadah air, sandal atau sepatu. Namun jika ia menshodaqohkanya kepada orang lain maka itu lebih afdhol.. “
Di samping banyak ulama’ yang melarang penjualan kulit binatang qurban, namun banyak juga ulama’ yang membolehkanya. Seorang ulama fikih terkenal bermadzhab hambali ibnu Qudamah Al-Maqdisy dalam kitabnya “ Al-Mughni “ mengatakan,
وَرَخَّصَ الْحَسَنُ ، وَالنَّخَعِيُّ فِي الْجِلْدِ أَنْ يَبِيعَهُ وَيَشْتَرِيَ بِهِ الْغِرْبَالَ وَالْمُنْخُلَ وَآلَةَ الْبَيْتِ .وَرُوِيَ نَحْوُ هَذَا عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ ؛ لِأَنَّهُ يَنْتَفِعُ بِهِ هُوَ وَغَيْرُهُ ، فَجَرَى مَجْرَى تَفْرِيقِ اللَّحْمِ .
“ imam Hasan Al-Bashry dan juga Imam Ibrahim An-Nakho’I memberi keringanan dalam hal kulit binatang qurban untuk dijual dan dibelikan ghirbal ( ayakan ), dan alat perumahan. Diriwayatkan seperti ini pula dari Al-Auza’I dan yang lainya, beliau mengelola kulit itu dengan pengelolaan yang berbeda dari daging. “
An-Nawawi dalam al-majmu’ juga mengemukakan pendapat para ulama’ yang membolehkanya “ dihikayatkan oleh Imamul haramain bahwa sesungguhnya shohibut taqriib mengemukan qoul yang ghorib bahwa boleh menjual kulit dan bershodaqoh dengan harganya.”
Beliau melanjutkan,
ذكرنا أن مذهبنا أنه لا يجوز بيع جلد الاضحية ولاغيره من أجزائها لا بما ينتفع به في البيت ولا بغيره وبه قال عطاء والنخعي ومالك وأحمد واسحاق هكذا حكاه عنهم ابن المنذر ثم حكى عن ابن عمر واحمد واسحق أنه لا بأس أن يبيع جلد هديه ويتصدق بثمنه
“ kami sebutkan bahwa madzhab kami ( Syafi’I ) berpendapat bahwa tidak boleh menjual kulit qurban dan juga bagian yang lainya, kemudian dimanfaatkan untuk membeli barang-barang untuk rumah dan yang lainya. Dan dengan hal itu pula berkata ‘Atho’, An-Nakho’I dan Ishak seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir. Kemudian diriwayatkan dari Ibnu Umar , Ahmad dan Ishaq bahwa sesungguhnya tidak mengapa menjual kulit binatang yang disembelih dan bershodaqoh dengan harga( penjualan )-nya. “
Demikianlah pendapat para ulama tentang hokum menjual kulit binatang qurban ada yang melarangnya, membolehkanya dan juga ada yang memakruhkanya sebagaimana yang dikatakan oleh penulis Al-Mabsuth, Imam As-Sarkhasiy.
Untuk menentukan hukum boleh atau terlarangnya menjual kulit binatang qurban pada saat ini sesungguhnya tidak hanya dengan melihat hadits Rasulullah SAW. dan juga pendapat para ulama dalam kitab-kitab fikih klasik saja. Karena ada hal yang berbeda antara pelaksanaan qurban yang dilakukan pada masa Rasulullah, para sahabat dan juga pada masa-masa setelahnya, dengan pelaksanaan qurban pada masa sekarang. Perbedaan inilah yang banyak dilupakan oleh kaum muslimin dan luput dari perhatian mereka. Pada masa dahulu qurban biasanya dilaksanakan sendiri oleh mudlokh-khi atau orang yang berqurban. Mereka menyembelih sendiri binatang qurban tersebut, atau minta bantuan tukang sembelih, kemudian mereka mengambil daging itu menurut hak mereka yaitu tidak lebih dari sepertiga, kemudian sisanya dibagi atau di shodaqohkan kepada orang lain terutama kepada fakir miskin.
Adat kebiasaan masyarakat Arab ketika itu sebagaimana diterangkan oleh syaikh Asy-Syirbini, tidak menganggap kulit sebagai daging yang dimakan. Maka, mereka menggunakan kulit tersebut untuk membuat barang- barang yang bermanfaat seperti kantong air, sepatu, sandal, timba air atau barang-barang yang lainya, atau mereka menshodaqohkan kulit tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh fikih.
Tetapi sekarang ini, qurban dilaksanakan berbeda dengan jaman dulu, penyembelihan dan pembagian daging qurban sekarang dilakukan oleh panitia qurban yang dibentuk oleh pengurus masjid. Mereka para panitia itu menampung semua qurban dari masyarakat, kemudian merekalah yang mengelola semuanya, dari menyembelih, memisahkan kulitnya, dan membaginya ke masyarakat. Bahkan sekarang ini jarang sekali pihak yang berkorban mengambil bagian hingga sepertiga. Mereka mendapatkan bagian sama seperti yang lainya.
Dengan keadaan yang berbeda seperti ini, maka esensi menjual kulit juga ikut berbeda. Kalau seseorang yang berkurban itu menyembelih sendiri dan membaginya, kemudian ia menjual kulit dan menerima uangnya, maka berarti ia telah mengurangi nilai kesempurnaan qurbanya dengan menerima uang tersebut. Sama juga ketika orang yang berqurban tersebut memberi upah dengan kulit binatang qurban terhadap penyembelih yang disuruhnya, maka ia juga telah mengurangi nilai qurbanya. Karena seharusnya ia membayar upah penyembelihan dengan uangnya diluar daging yang diqurbankanya. maka dari itu Rasulullah bersabda :
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلَا أُضْحِيَّةَ لَهُ
“ barang siapa yang menjual kulit sembelihan qurban, maka tidak ada qurban untuknya “
Namun sekarang ini, menjual kulit yang dilakukan oleh panitia qurban, yang kemudian uang hasil penjualan itu dibelikan daging dan dibagikan lagi kepada masyarakat, maka hal itu tidak mengurangi sedikitpun nilai kesempurnaan qurban bagi orang yang berkurban. Karena ia tidak menerima uang hasil penjualan tersebut. Bahkan kalau kulit itu tidak dijual tetapi diambil oleh panitia sebagai bagiannya, maka itu bernilai shodaqoh bagi orang yang berqurban, karena juga tak pernah ada aqod kalau kulit itu diserahkan sebagai upah penyembelihan. Apalagi jika panitia qurban menarik uang iuran kepada orang yang berkorban sebagai upah penyembelihan dan pengelolaan binatang qurban,maka kulit yang diambil oleh panitia jelas punya nilai sama dengan daging lainya yakni sebagai shodaqoh.
Maka apabila ada pelarangan menjual kulit qurban dengan alasan hadits Rasulullah SAW, dan juga pendapat para ulama’ terdahulu, berarti pelarangan tersebut hanya melihat dalil nashnya saja tetapi tidak mau melihat akar persoalanya. Pelarangan itu bisa dikatakan kurang beralasan karena pada masa dahulu saja ada banyak ulama’ yang membolehkanya. Padahal jelas-jelas pada saat itu menjual kulit qurban sama dengan mengurangi nilai qurban seseorang. Artinya kalau dahulu saja ada ulama’ yang membolehkanya, maka sekarang mengapa harus dilarang dan menjadi bahan pertengkaran.
Sekarang ini, orang yang secara kaku berpendapat dan melarang kulit untuk dijual, mengelola kulit tersebut dengan cara di kelupas bulunya kemudian dipotong-potong dan dibagi bersama dengan dagingnya. Saya berani mengatakan bahwa inilah kebiasaan yang sesungguhnya tak pernah dikenal oleh para salaf. Karena pada jaman dulu kulit yang telah dipisahkan dari dagingnya itu biasanya dibuat sepatu, tempat air minum, tempat duduk atau barang-barang lainya. Karena kulit bagi orang Arab tidak dianggap sebagai bagian dari daging yang mesti dimakan. Hal itu berbeda dengan kebiasaan masyarakat Indonesia pada umumnya yang menganggap kulit seperti daging yang mesti dimakan. Dan menjual kulit, walaupun hal itu ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama’ tetapi masih dikenal pada jaman salaf.
Jadi kesimpulanya, menjual kulit yang dilakukan oleh panitia itu bukanlah suatu hal yang dilarang. Larangan yang ditegaskan oleh Rasulullah SAW. dalam hadits di atas atau larangan-larangan yang dikemukakan oleh para ulama’ itu berlaku jika seseorang yang berqurban itu menyembelih sendiri dan membagikanya. Penjualan kulit qurban oleh panitia qurban sekarang ini, dilakukan untuk memudahkan mereka mengelola qurban tersebut agar lebih bermanfaat dan tidak mubadzir. Coba bayangkan bagaimana sulitnya jika panitia harus mengelupas bulu binatang yang telah disembelih, jika jumlah binatang itu sangat banyak seperti yang ada di masjid-masjid besar sekarang.
Sesuai dengan maqosidus syar’I, yakni tujuan-tujuan syari’at bahwa semua hukum dan ketentuan-ketentuan fikih itu pasti membawa maslahat, kebaikan dan kemudahan, bukan kesulitan, apalagi kesulitan yang tidak rasional. Maka menjual kulit dan menukarnya dengan daging lagi itu membawa maslahat, kebaikan dan kemudahan.
Saya tidak mengatakan apa yang tertulis dalam naskah ini, adalah satu-satunya kebenaran, tetapi saya berani mengatakan bahwa perselisihan, perseteruan dan pemaksaan terhadap semua orang untuk mengikuti pendapat bahwa haram hukumnya menjual kulit binatang qurban pada saat ini, adalah sikap yang salah dan menyelisihi sunah para salaf. Karena setiap perkara yang masuk dalam wilayah ikhtilaf, maka tidak dibenarkan bagi siapapun untuk memaksa orang lain mengikuti satu pendapat. Semua harus saling menghargai dan menghormati dan janganlah hanya persoalan kullit itu harus dijual atau dibagi, menyebabkan keramaian, otot-ototan, bahkan perpecahan, walaupun hanya dalam lingkup ta’mir masjid yang sedang rapat membahas kegiatan pelaksanaan qurban. Wallohu a’lamu bis showwab.

Referensi :
Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, Imam Nawawi
Al-Iqna’, Syaikh Muhammad Asy-Syirbini Al-Khathib
Al-Mughni, Ibnul Qudamah Al-Maqdisy
Al-Mabsuth, Imam As-Sarkhasiy



8 Oct 2009

Z U H U D

I. PENGERTIAN
A. Menurut bahasa adalah
1. Lawan kata dari menyenangi,
2. Meninggalkan sesuatu dan berpaling darinya,
3. Berpalingnya kecintaan terhadap sesuatu kepada yang lebih baik darinya
4.Berpaling dari sesuatu untuk membebaskannya, menghinakannya, dan mengangkat keinginan darinya
B. Menurut istilah adalah tak tergantungnya keinginan hati dan jiwa dengan kenikmatan kehidupan dunia, kegemerlapannya dan keindahannya.

II. DALIL-DALIL TENTANG ZUHUD

A. Al Qur’an
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا {16} وَاْلأَخِرَةُ خَيْرُُوَأَبْقَى {17}
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al A’la :16-17)

مَاكَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَّكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فيِ اْلأَرْضِ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللهُ يُرِيدُ اْلأَخِرَةِ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ {67}
Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Anfal: 67)

فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَالَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَآأُوتِىَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ {79}
Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar". (QS. Al Qoshos : 79)


أَلَمْ تَرَإِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقُُ مِّنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلآَ أَخَّرْتَنَآ إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلُُ وَاْلأَخِرَةُ خَيْرُُ لِّمَنِ اتَّقَى وَلاَ تُظْلَمُونَ فَتِيلاً {77}
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.” (QS. An-Nisa :77)

اللهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقْدِرُ وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَاالْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي اْلأَخِرَةِ إِلاَّ مَتَاعٌ
Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit). (QS. Ar Ro’du : 26)


وَقَالَ الَّذِي ءَامَنَ يَاقَوْمِ اتَّبِعُونِ أَهْدِكُمْ سَبِيلَ الرَّشَادِ {38} يَاقَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعُُ وَإِنَّ اْلأَخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ {39}
Orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghofir : 38-39)

B. Al Hadits:

عَنِ الْمُسْتَوْرِدِ بْنِ شَدَّادٍ أَخِي بَنِي فِهْرٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ .
Dari al Mustaurid bin Saddad alfahri berkata, bersabda Rasulullah saw. : ”Tidaklah dunia dibanding dengan akherat kecuali seperti salah seorang darimu mencelupkan jarinya dilaut maka lihatlah apa yang tersisa (HR. Muslim)

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِي اللَّهُ وَأَحَبَّنِي النَّاسُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبُّوكَ
Dari Sahl bin Sa’din As Sya’idi berkata:”seorang lelaki datang kepada Nabi SAW dan berkata:”Wahai Rasulullah tunjukkan kepadaku amalan yang jika aku mengerjakannya maka aku akan dicintai Allah, dan dicintai manusia, maka beliau bersabda:”Zuhudlah didunia niscaya kamu akan dicintai Allah, Dan zuhudlah apa yang ada ditangan manusia niscaya kau akan dicintai oleh menusia (Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lainnya )

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِالسُّوقِ دَاخِلًا مِنْ بَعْضِ الْعَالِيَةِ وَالنَّاسُ كَنَفَتَهُ فَمَرَّ بِجَدْيٍ أَسَكَّ مَيِّتٍ فَتَنَاوَلَهُ فَأَخَذَ بِأُذُنِهِ ثُمَّ قَالَ أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ فَقَالُوا مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ قَالَ أَتُحِبُّونَ أَنَّهُ لَكُمْ قَالُوا وَاللَّهِ لَوْ كَانَ حَيًّا كَانَ عَيْبًا فِيهِ لِأَنَّهُ أَسَكُّ فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ فَقَالَ فَوَاللَّهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ (رواه مسلم)
Dari Jabir bahwa nabi SAW memasuki sebuah pasar dan manusia berada disekelilinganya dan dihadapkan seekor anak kambing tuli lagi mati, maka dihidangkannya dan diambil telinganya baliau bersabda:”Siapa darimu yang menginginkan ini dengan dirham? Mereka berkata kami tak menginnginkannya dan tak condong kepadanya. Beliau bersabda: “Apakah kalian mau itu untukmu? Demi Allah seandainya anak kambing itu hidup akan menjadi aib, karena ia tuli bagaimana pula dia sekarang mati?” Beliau bersabda:” Demi Allah, dunia itu lebih hina dihadapan Allah dibanding ini bagimu” (HR. Muslim)

III. PERKATAAN SALAF TENTANG ZUHUD

1. Berkata Abu Muslim Al Kholani,: Bukanlah kezuhudan di dunia itu dengan mengharamkan yang halal, dan membuang harta akan tetapi kezuhudan di dunia itu jika apa yang ada ditangan Allah lebih diyakini dari pada apa yang ada ditangannya, dan jika kamu terkena musibah kamu lebih berharap kepada pahalanya dan simpanan modal musibah itu.”
2. Berkata Fudhail bin Iyadl :
أَصْلُ الزُّهْدِ الرِّضَاعَنِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ
” Asli dari zuhud ialah ridlo kepada Allah azza wa jalla”.
3. Berkata Al Hasan :
”Orang yang zuhud itu jika melihat seseorang berkata dia lebih baik dariku”.
4. Berkata Wuhaib bin Al Warod:
الزُّهْدُ فِى الدُّنْيَا أَنْ لاَ تَأْسَى عَلَى مَا فَاتَ مِنْهَا وَ لاَ تَفْرَحْ بِمَا أَتَاكَ مِنْهَا
”Zuhud didunia itu kamu tidak putus asa terhadap apa yang hilang darinya dan tidak gembira terhadap yang datang padamu darinya”.
5. Sufyan bin Uyainah menjawab ketika ditanya tentang siapa yang zuhud di dunia:
مَنْ إِذَا َأنْعَمَ عَلَيْهِ شَكَرَ وَ إِذَا ابْتَلَى صَبَرَ
”Siapa yang diberi nikmat bersyukur dan jika diberi ujian bersabar”.
6. Berkata Sufyan Ats Tsauri:
الزُّهْدُ فِى الدُّنْيَا قِصَرُ الأَمَلِ لَيْسَ بِأَكْلِ الْغَلِيْظِ وَ لاَ لُبْسِ الْعَبَاءِ
”Zuhud di dunia itu memendekkan angan-angan, bukan dengan makan yang kasar, dan memakai pakaian yang tebal”.
7. Berkata Imam Ahmad: ”Zuhud di dunia memendekkan angan-angan” dan ai berkata di lain waktu: ”memendekkan angan-angan dan berputus asa terhadap apa yang ada di tangan manusia”.
7. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :
تَرْكُ مَا لاَ يَنْفَعُ فِى الأَخِرَةَ
”Zuhud itu meninggalkan apa yang tidak bermanfaat di akherat “.
9. Berkata Ibnu Jalai: ” Zuhud adalah melihat dunia dengan picingan mata, maka dunia menjadi kecil di matamu, dan mudah bagimu berpaling darinya”.
10. Berkata Abu Sulaiman Ad Daroni :
تَرْكُ مَا لاَ يُشْغِلُ عَنِ اللهِ
”Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang menyibukkan dari Allah”.
11. Berkata Ruwaim Junaid: ”Zuhud mengecilkan dunia dan menghapus bekasnya dalam hati”.

IV. POTRET KEZUHUDAN RASULULLAH SAW.

Yahya bin Hakim bercerita padaku berkata Abu Dawud bercerita padaku Dia berkata: ”Saya diberitahu Amru bin Murrah dari Ibrahim dari Alqomah dari Abdullah berkata: ”Nabi SAW tidur di atas tikar maka membekas pada kulitnya, saya berkata: “Demi bapak dan ibuku ya Rasulullah, seandainya anda memberitahukan pada kami maka akan kami beri tempat tidur yang dapat melindungi anda.” Berkata Rasulullah SAW: ”Tidaklah aku dan dunia ini melainkan saya dan dunia ini seperti pejalan kaki yang berlindung dibawah pohon kemudian istirahat dan meninggalkannya.”
Baihaqi mengeluarkan dari Aisyah RA. Ia berkata: ”Masuk dirumahku wanita Anshor, dia melihat tempat tidur Rasulullah SAW dari selimut yang kusut, maka dia mengirimkan kepadaku tempat tidur dari wol, Rasulullah masuk dan bertanya:”Apa ini wahai Aisyah? Ia berkata:”Saya menjawab:”Wahai Rasulullah fulanah dari Anshor masuk dan melihat tempat tidurmu, maka dia pergi dan mengirimkan barang ini kepadaku. Rasul berkata: ”Kembalikan wahai Aisyah, demi Allah jika aku ingin maka Allah akan memberiku gunung emas dan perak.
Anas RA berkata:”Rasulullah SAW memakai kain wol yang ditambal, Anas berkata:”Rasulullah SAW makan makanan yang tidak enak rasanya dan memakai pakaian yang berwarna merah kehitam-hitaman yang kasar. Dikatakan pada Hasan Apakah al basa’ itu? Dijawab:’Gandum yang kasar.”
Dari Aisyah RA berkata: Diberikan kepada Rasulullah segelas susu dan madu, maka Rasulullah berkata: “Dua minuman dalam satu tempat dan dua darah dalam satu gelas ?!! Tidak ada keperluan bagiku padanya sesungguhnya saya tidak menginginkan untuk mengharamkannya akan tetapi saya membenci jika Allah menanyakan padaku tentang kelebihan dunia pada hari akherat saya tawadlu’ kepada Allah, barang siapa tawadlu’ kepada Allah maka Allah akan mengangkatnya dan barang siapa takabbur kepada Allah maka akan direndahkan, dan barang siapa sederhana akan dikayakan oleh Allah dan barang siapa yang banyak mengingat mati akan dicintai Allah

V. POTRET ZUHUD PARA SALAF

1. Abu Bakar Assidiq RA.
Al Bazzar mengeluarkan dari Zaid bin Arqom RA dia berkata:”Kami bersama AbuBakar RA dan kami memberinya air dan madu, tatkala beliau memegangnya menangislah tersedu-sedu sampai kami menyangka ada sesuatu padanya serta kami tidak menanyainya tentang sesuatu itu. Ketika telah reda tangisnya kami berkata:”Wahai kholifah Rasulullah SAW apa yang membuatmu menangis ini? Beliau menjawab: ”Ketika saya bersama Rasulullah SAW saya melihatnya menahan sessuatu untuk dirinya dan saya tak melihat sesuatupun maka saya bertanya:”Wahai Rasulullah apa yang saya lihat padamu, anda menahan sesuatu untuk diri anda dan saya tak melihat sesuatupun? Beliau bersabda: ”Dunia mendekat-dekat padaku maka aku berkata:”Jauhlah dariku, maka dunia berkata:”Sesungguhnya kamu tidaklah menyusulku,” berkata Abu Bakar: “Maka itu peringatan bagiku dan saya khawatir telah menyelisihi perintah Rasulullah SAW dan dunia mendatangiku.”
Ahmad mengeluarkan dalam kitab zuhud dari Aisyah RA berkata:”Abu Bakar RA meninggal tak meninggalkan dinar dan dirham, sebelumnya beliau telah mengambil uangnya kemudian disumbangkan kepada baitul mal.
Dari Ibnu Saad, dari Atho’ bin As Saaib berkata:”Ketika Abu Bakar lagi bai’at pagi-pagi dan diatas pundaknya kain bergaris dan dia pergi ke pasar, Umar bertanya: Mau kemana anda akan pergi? Dijawab :”Pasar” Umar berkata:” Anda mau berbuat apa sedangkan anda telah diserahi urusan kaum muslimin?! Dia menjawab: “Dari mana aku memberi makan keluargaku ? ...”
2. Umar bin Khottob RA
Para sahabat menginginkan untuk menambah gaji pada Umar namun Umar menolaknya .
Dari Al Hasan dia berkata: Umar bin Khottob RA berpidato selagi dia sedang menjadi kholifah sambil mengenakan mantel yang ada sepuluh tambalannya.
Ibnu Saad mengeluarkan dari Anas RA berkata:”Saya melihat Umar RA beliau waktu itu amirul mukminin sedang menjauhkan satu sho’ kurma, beliau memakannya sampai memakan kurma yang paling buruk.
3. Utsman bin Affan RA
Abu Nuaim mengeluarkan pada kitabnya Al Hilyah 1/60 dari Abdul Malik bin Syidad berkata:”Saya melihat Utsman bin Affan hari Jumat diatas mimbar, memakai mantel Adnani yang murah harganya yakni empat dirham atau lima dirham.
Dari Hasan ditanya tentang siapa yang sedang tiduran di masjid dijawab :”Saya melihat Utsman bin Affan RA sedang tiduran di masjid, beliau saat itu kholifah beliau bangun dan tikar membekas punggungnya maka dikatakan inikah amirul mukminin?! Inikah amirul mukminin.
Dari Syurohbil Bin Muslim Bahwa Utsman RA memberi makan manusia dengan makanan yang berasal dari pemerintah, dan beliau masuk rumah makan, cuka dan minyak.
4. Ali bin Abi tholib.
Ali bin Abi Tholib berkata:”Ketika aku menikahi Fatimah, aku dan dia tidak memiliki tempat tidur kecuali selembar kulit domba. Kami tidur diatas lembaran kulit itu pada malam hari dan kami melipatnya pada siang hari sebagai wadah air . aku tidak memiliki pembantu selain dirinya dia harus membuat adonan roti.
Ali bin Abi Tholib adalah sahabat yang paling zuhud sekalipun begitu dia memilki empat istri dan belasan wanita tawanan.
Ibnu Mubarok mengeluarkan dari Zaid bin Wahhab berkata: ”Ali RA keluar memakai mantel dan surban yang telah ditambal dengan potongan kain lalu ditanyakan padanya, dijawab oleh Ali Ra. Sesungguhnya aku memakai kain ini supaya jauh dari kebanggaan dan kesombongan dan lebih baik bagiku untuk sholat, dan sunnah untuk orang mukmin.
5. Abu Ubaidah bin Jarroh
Makmar berkata:”Ketika Umar datang kesyam disambut manusia dan pembesar-pembesarnya, berkata Umar :”mana saudaraku? Mereka berkata:” Siapa”? Dijawab: ”Abu Ubaidah” Mereka berkata: ”Sekarang dia datang, ketika dia datang Umar datang dan taanuk (Rangkulan leher) kemudian masuk rumahnya, maka Umar tidak melihat di rumahnya kecuali pedang, tameng dan panahnya.
6. Hasan bin Ali
Ia termasuk golongan orang zuhud walaupun memiliki banyak budak perempuan, mencintai perempuan dan menikahi banyak perempuan.
7. Said bin Musayyib
Said bin Musayyib berdagang minyak dan meninggalkan empat ratus dinar. Dia berkata:”Aku meninggalkannya untuk menjaga kehormatanku dan agamaku.
8. Abdullah bin Mubarok
Abdullah bin Mubarok adalah termasuk pemimpinnya para zahid yang mempunyai banyak harta dan membiayai haji ikhwan-ikhwannya dan mengembalikan uang yang dikumpulkan ikhwannya.
9. Uwais Al Qorny
Dari Asbah bin Zaid berkata:”Jika sore hari Uwais berkata malam ini untuk ruku’ maka ia ruku’ sampai pagi , dan jika datang sore hari ia berkata:Ini malam untuk sujud maka dia sujud sampai pagi dan jika datang sore hari dia sedekahkan kelebihan makanan dan minuman yang ada dirumahnya kemudian dia berkata, ”ya Allah barang siapa mati kelaparan janganlah hukum aku, dan barang siapa yang mati tidak berbaju jangan pula hukum aku.

10. Umar bin Abdul Aziz
Berkata Maimun bin Mihron: “Saya bersama Umar bin Abdul Aziz selama enam bulan aku tidak melihat selendangnya berganti-ganti, dia mencuci dari Jum’at ke Jum’at dan dikasih minyak zafaron.
11. Al Qosim bin Muhaimiroh
Berkata Al Qosim bin Muhaimiroh: ”Tak pernah terkumpul di meja makanku dua macam makanan sama sekali.”
Begitulah kezuhudan para salaf dalam hal makanan, pakaian, sampai pada pemerintahan atau jabatan yang terkenal pada salaf tentang kezuhudan dalam jabatan adalah Abdurohman bin Auf, Abu Dzar Al Ghiffari dan yang lain-lain yang tidak menginginkan jabatan. Itulah sekilas gambaran zuhud dari Rasulullah dan pengikut-pengikutnya. Mereka meninggalkan kehidupan dunia bukan karena mereka tidak mempu meraihnya tetapi semata-mata karena mengharapkan akherat nanti. Salah satunya yang diperoleh Nabi SAW pada setiap peperangan, diantaranya perang Hunain Nabi mendapat seperlima bagian kekayaan dari jumlah ghonimah yang terdiri dari jumlah tawanan musuh enam ribu orang onta berjumlah dua puluh empat ribu ekor kambing sejumlah empat puluh ekor lebih, logam perak berjumlah empat ribu uqiyah.Belum lagi peperangan-peperangan yang lain dimasa Rasulullah sebanyak 68 kali, 28 kali dibawah pimpinan beliau langsung dan selebihnya dengan mengutus utusan-utusan. Tetapi walaupun demikian ketika Rasulullah SAW meninggal dunia baju besinya digadaikan untuk tanggungan hutangnya kepada seorang yahudi yang jumlah hutangnya berjumlah tiga puluh sok atau tujuh puluh lima kilogram gandum. Dan para sahabat beliau, kepada mereka telah didatangkan dunia dengan segala perhiasannya seolah-olah dunia datang memaksa agar mereka tergoda, namun dunia itu telah gagal memperdayakan mereka. Begitu pula generasi-generasi berikutnya yang gemilang.

VI. DERAJAT ZUHUD

1. Diantara manusia ada yang zuhud didunia sekalipun sebenarnya ia masih ada kesenangan dengan dunia. Namun ia tetap berusaha untuk tetap zuhud. Orang semacam ini dinamakan mutazahhid yaitu merupakan awal untuk zuhud
2. Zuhud didunia secara sukarela tanpa memaksakan dirinya untuk zuhud. Tapi ketika ia melihat zuhudnya maka justru malah berpaling, lalu merasa ujub terhadap dirinya. Dia melihat dirinya telah meniggalkan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang nilainya lebih besar darinya, seperti orang yang meninggalkan satu dirham untuk mendapatkan dua dirham, ini termasuk zuhud yang kurang.
3. Ini merupakan derajat zuhud yang paling tinggi yaitu zuhud dengan suka rela, benar-benar zuhud dalam zuhudnya. Dia tidak melihat dunia sebagai sesuatu yang tidak berguna, seperti orang yang meninggalkan sesobek kain perca untuk mendapatkan ganti mutiara, dia tidak melihatnya sebagai tukar tambah, dunia yang dibandingkan akherat lebih baik dari sesobek kain perca jika dibandingkan dengan mutiara. Ini merupakan gambaran kesempurnaan zuhud.

VII. PEMBAGIAN ZUHUD JIKA DIKAITKAN DENGAN SESUATU YANG DISENANGI.

Ada tiga derajat:
1. Zuhud untuk mendapatkan keselamatan dari siksa, selamat pada waktu hisab dan bencana yang akan dihadapi manusia. Ini adalah zuhudnya orang-orang yang takut.
2. Zuhud untuk mendaptkan pahala dan kenikmatan yang dijanjikan. Ini adalah zuhudnya orang-orang yang berharap. Mereka meninggalkan kenikmatan duniawi untuk mendapatkan kenikmatan ukhrowi
3. Ini zuhud yang tertinggi yaitu tidak zuhud untuk membebaskan diri dari penderitaan dan bukan untuk mendapatkan kenikmatan tetapi untuk bertemu dengan Allah. Ini adalah zuhudnya orang-orang yang berbuat kebaikan dan orang-orang yang berpengetahuan. Kenikmatan melihat Allah jika dibandingkan dengan kenikmatan jannah, seperti kenikmatan raja di dunia dan pemegang kekuasaan, dibandingkan kenikmatan dapat menguasai seekor burung atau mainan.

VIII. ZUHUD SEBAGAI KEBUTUHAN HIDUP
Kebutuhan hidup yang pokok ada tujuh macam :
Makanan, pakaian, tempat tinggal, perkakas, sarana untuk menikah, harta dan kedudukan. Inilah rinciannya :
1. Ketahuilah bahwa hasrat orang yang zuhud terhadap makanan sekedar yang dapat menghilangkan rasa lapar dan yang bisa menegakkan badannya dan bukan bermaksud mencari kenikmatan
2. Pakaian, orang zuhud mencukupkan diri dengan pakaian yang dapat melindungi badannya dari serangan hawa dingin dan panas serta menutup aurot. Tidak ada salahnya dia sedikit berhias agar keadaannya yang melarat tidak membuat dirinya menjadi buah bibir.
3. Tempat tinggal. Orang yang zuhud ada tiga macam dalam kaitannya dengan tempat tinggal. Yang paling tinggi adalah orang zuhud yang tidak menuntut tempat tinggal yang khusus bagi dirinya. Dia cukup puas berada dipojok-pojok masjid seperti Ashabus Shuffah. Yang pertengahan adalah orang zuhud yang menuntut tempat yang khusus bagi dirinya seperti gubug yang terbuat dari daun-daun kurma atau yang sejenis. Yang paling rendah adalah orang zuhud yang menuntut rumah permanen dan bilik khusus. Jika dia menuntut bangunan yang luas dan atapnya yang tinggi berarti dia sudah keluar dari batasan zuhud dalam masalah tempat tinggal
4. Perkakas rumah tangga. Orang zuhud harus membatasi diri pada tembikar, menggunakan satu bejana, makan dalam satu piring dan minum dengan piring itu pula. Siapa yang mempunyai banyak perkakas rumah tangga dan tinggi nilainya maka dia telah keluar dari batasan zuhud
5. Sarana pernikahan. Tidak ada maknanya bagi zuhud jika tidak mau menikah sama sekali, begitu pula tentang berapapun jumlah istrinya.
6. Harta adalah sangat penting dalam kehidupan ini. Orang zuhud sangat membatasi diri dalam masalah harta agar tidak terlalu menyita waktu namun begitu banyak orang-orang sholeh yang juga aktif berdagang dan sekaligus menjaga kehormatan dirinya dari hal-hal yang hina.
7. Kedudukan. Setiapa manusia harus memiliki kedudukan sekalipun hanya dihati pembantunya. Kesibukan orang zuhud dalam zuhudnya tentu akan mendatangkan kedudukan itu sendiri didalam hati. Karena itu dia harus waspada dari kejahatannya.

IX. TANDA-TANDA ZUHUD
Ibnu Mubarok berkata:”Zuhud yang paling utama ialah menyembunyikan zuhud. Untuk itu perlu diperhatikan tanda-tandanya:
1. Tidak boleh menmpakkan kegembiraan karena yang ada dan tidak boleh menampakkan kesedihan karena tidak ada. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Hadid : 23. Ini merupakan tanda zuhud dalam kaitannya dengan harta.
2. Harus menyeimbangkan diri terhadap orang yang memuji dan mencelanya. Ini merupakan tanda zuhud dalam kaitannya dengan kedudukan.
3. Kebersamaannya hanya dengan Allah. Biasanya didalam hatinya ada kelezatan karena ketaatan.

X. KESALAHAN DALAM MEMAHAMI ZUHUD
Sebagian manusia salah dalam memahai zuhud, Mereka mengira bahwa Islam menyukai kefakiran bagi muslimin dan menyuruhnya untuk melebihkan dan mengutamakan hal tersebut. Tashowwur yang salah ini mengakibatkan mereka memutuskan keinginan untuk beramal dan menghasilkan serta memakmurkan dunia, mereka suka berada dipojok-pojok, ujung-ujung atau lorong, tempat pertapaan rahib dengan dalih menyendiri untuk beribadah dan mengutamakan amalan akherat, selanjutnya menjangkitlah penyakit malas dan selalu ingin istirahat serta penyakit tamak pada pemberian manusia dan pujiannya dan apa-apa yang mereka curahkan padanya dari makanan dan minuman.
Sebab kesalahan mereka adalah tidak melihat pada nash-nash yang satu sama lainnya saling melengkapi, mereka hanya menyandarkan dan mengandalkan nash-nash tentang zuhud di dunia dan enggan dalam memahaminya. Dan mereka tidak melihat pada nash-nash yang menganjurkan pada amal, bekerja, memakmurkan dunia, dan mengambil sebab-sebab kekuatan, dan nash-nash yang menganjurkan setelah itu untuk mencurahkannya pada jalan Allah setelah mencari hal-hal yang halal untuk zuhud di dunia mencari ridlo Allah.



XI. SASARAN DARI ZUHUD DI KEHIDUPAN DUNIA

1. Memotifasi seorang muslim untuk mencurah apa yang dimiliki dijalan Allah, berkorban dari kemewahannya, keindahannya, dan kelezatannya untuk mencari ridho Allah. Islam menyuruh untuk zuhud di dunia bukanlah menyuruh untuk meninggalkan amal dan kerja yang menghasilkan dan berbuah dan bukan pula menyuruh untuk fakir, lemah, kerendahan akan tetapi zuhud itu tarbiyah akhlaqiyah yang menjadikan seorang muslim kepada keutamaan dalam pencurahan dan pemberian, dan jauh dari bakhilan kikir dan hal-hal yang menyebabkan hitamnya hati, sombong, ujub, merasa tinggi dihadapan manusia, melampaui batas, dan lain-lain.
2. Islam menyuruh zuhud didunia untuk qona’ah pada pemberian Allah dalam rizqi, berpegang teguh terhadap yang diizinkan Allah dalam bekerja, dan tarbiyah kepada sikap menerima terhadap apa-apa yang ada ditangan manusia serta tidak tamak terhadap apa-apa yang dipunyai orang lain, dan tidak melihat padanya dengan rasa hasrat dan rasa ingin memilikinya.
3. Islam menyuruh zuhud didunia ini untuk mengalihkan hati orang mukmin dari ketergantungan terhadap sesuatu hal-hal keduniawiaan, kelezatannya dan kenikmatannya supaya menghadap akherat dan kecintaan Allah serta keriridloanNya sampai seorang mukmin memandang bahwa keridloan Allah didapat dengan mengosongkan dari tujuan-tujuan kehidupan dunia untuk tercapai keridloan Allah serta mengutamakan pahala-pahala akherat. Wallahu A’lam bis Showab

Followers